Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Tidak Hanya Hasil, MK Juga Berwenang Menilai dan Memutuskan Proses Pemilu

Dinda Shabrina
29/3/2024 16:49
Tidak Hanya Hasil, MK Juga Berwenang Menilai dan Memutuskan Proses Pemilu
Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) didampingi jajaran hakim MK memimpin sidang(MI/Usman Iskandar)

PAKAR kepemiluan dan demokrasi Titi Anggraini mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang untuk menilai dan memutuskan apakah proses pemilu sesuai asas langsung umum bebas jujur dan adil (luber jurdil). Sehingga pernyataan bahwa MK tidak berhak menangani gugatan yang dilayangkan 01 dan 03 keliru.

Titi berpendapat, justru MK perlu menjadi penilai atas hasil yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) apakah selama proses pemilu telah mencerminkan kemurnian suara pemilu atau malah sebaliknya.

“Dalam praktik pemilu legislatif, MK pernah memutuskan berdasar adanya kesalahan prosedur dan di pilkada. MK memutus perselisihan karena terjadinya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM) akibat tidak efektifnya penegakan hukum oleh institusi formal yang ada termasuk Bawaslu,” kata Titi kepada Media Indonesia, Jumat (29/3).

Baca juga : Jawab Gugatan Ganjar Pranowo-Mahfud MD Soal Pelanggaran TSM, KPU: Seharusnya di Bawaslu

Lebih lanjut, Titi menerangkan, klaim MK berwenang atau tidak lebih tepat jika dikaitkan dengan signifikansi pengaruh pelanggaran yang terjadi terhadap kemurnian suara pemilih. Serta apakah ada perubahan konfigurasi perolehan suara calon di pemilu akibat kompetisi yang berlangsung tidak luber dan jurdil yang dilakukan suatu pihak.

Dia juga beranggapan, pernyataan dari kuasa hukum Prabowo-Gibran dan KPU tersebut merupakan suatu hal yang wajar. Pernyataan yang meski keliru itu, kata Titi, tentu dikarenakan mereka ingin membangun opini bahwa MK tidak berwenang menangani substansi perselisihan yang dipersoalkan paslon yang dirugikan.

Pernyataan itu juga digunakan untuk menguatkan persepsi publik bahwa hasil pemilu dari KPU adalah sah dan tidak dapat dipermasalahkan lebih lanjut.

“Biasanya paslon yang memperoleh suara terbanyak dan KPU akan berargumen bahwa ranah penanganan pelanggaran adalah ranah Bawaslu dan MK mestinya hanya menangani perselisihan menyangkut penetapan perolehan suara yang dilakukan KPU. Padahal, angka perolehan suara yang ditetapkan tersebut juga bisa dihasilkan dari suatu proses yang melanggar hukum akibat adanya pelanggaran serta proses pengawasan dan penegakan hukum yang tidak efektif,” jelas Titi. (Dis/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya