Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Komisioner KPU Bisa Dinyatakan Bersalah dalam Sidang DKPP Soal Pencawapresan Gibran

Media Indonesia
21/1/2024 23:55
 Komisioner KPU Bisa Dinyatakan Bersalah dalam Sidang DKPP Soal Pencawapresan Gibran
DKPP(Dok MI)

DEWAN Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang lanjutan perkara dugaan pelanggaran kode etik Komisi Pemilihan Umum (KPU).

KPU dituntut karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) RI pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Persidangan yang digelar di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (15/1) ini beragendakan pemeriksaan saksi ahli.

Baca juga: Saksi Ahli: Pencalonan Gibran Langgar UU, KPU tidak Taat Hukum

Sebagai teradu, yaitu tujuh komisioner KPU RI. Rinciannya yaitu Ketua KPU Hasyim Asyi’ari, Anggota KPU Betty Epsilon Idroos, Mochammad Affifudin, Persadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz.

Seluruh komisioner KPU RI diadukan ke DKPP oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan diri Tim Pembela Demokrasi 2.0 (TPDI 2.0)

Baca juga: Bawaslu Dilaporkan ke DKPP Terkait Dugaan Pelanggaran Zulhas

Pengadu meminta agar DKPP memberhentikan semua Komisioner KPU RI karena dianggap telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu, lantaran menerima pendaftaran dan menetapkan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pada Pilpres 2024.

"Kami menduga seluruh komisioner KPU periode 2022 - 2027 tidak adil, tidak akuntabel, tidak berkepastian hukum, tidak tertib, tidak proporsional, dan tidak profesional," kata eks aktivis Petrus Hariyanto yang menjadi salah satu perwakilan TPDI 2.0, dalam keterangan tertulis,

Pihaknya menilai KPU telah melanggar prinsip jujur, adil, dan berkepastian hukum. Sebab, pada 25 Oktober 2023, KPU telah menerima berkas pendaftaran pencalonan Gibran.

Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 yang ketika itu belum direvisi, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun.

KPU baru mengubah persyaratan pada 3 November 2023 untuk memasukkan amar Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal kepala daerah bisa maju pilpres sebelum 40 tahun.

TPDI 2.0 menilai, aturan itu seharusnya baru diberlakukan untuk Pilpres 2029.

"Sudah menjadi fakta yang tidak terbantahkan (notoire de feiten) bahwa KPU sebelumnya selalu mengubah Peraturan KPU setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi. Ini dalam hukum, disebut asas pelaksanaan putusan," kata Koordinator TPDI 2.0, Patra M. Zen.

Ia mencontohkan, MK dalam Perkara Nomor 20/PUU-XVII/2019 norma tentang warga yang belum mendapat e-KTP dapat menggunakan surat rekam e-KTP untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara.

Amar putusan MK ini baru dapat dilaksanakan (dieksekusi) setelah KPU menerbitkan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum.

"Mengapa terjadi perbedaan perlakuan terhadap Gibran? Apa karena dia anak Presiden?" tandas Patra. (Ant/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya