Headline
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
AKTIVIS Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dibacakan hari ini terkait syarat usia Calon Presiden dan Wakil Presiden bukan soal Gibran yang diisukan kuat menjadi pendamping Prabowo Subianto tetapi mengenai hak politik generasi muda Indonesia pada umumnya.
Menurut dia, putusan itu bukan soal putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming, yang diisukan kuat menjadi pendamping Capres Prabowo Subianto, melaionkan mengenai hak politik generasi muda Indonesia pada umumnya.
Pernyataan Pigai ini sekaligus untuk menjawab keresahan dan kegundahan tokoh senior pers nasional Gunawan Muhammad yang beberapa waktu lalu menuliskan surat terbuka. Pigai mengatakan, Undang-Undang Pemilihan Umum selama ini diskriminatif terhadap anak muda yang sebenarnya memiliki kapasitas dan kompetensi untuk memimpin.
"Putusan MK soal Batas Usia Capres/Cawapres sudah pasti bukan soal Gibran namun kesempatan dan kehormatan untuk generasi muda Indonesia yang baik dan kompeten menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI. UU sekarang ini diskriminatif dan tidak adil pada generasi muda," ungkap Pigai kepada wartawan, Senin (16/10).
Baca juga: Bawaslu Harus Rajin Memitigasi Kerawanan Pemilu
Ia menegaskan, sudah saatnya kepemimpin generasi muda di Indonesia didorong karena selama ini terlalu kaku dengan kepemimpinan tokoh-tokoh yang sudah senior. Maka itu, lanjut dia, jika pun Prabowo mengambil Gibran sebagai Cawapres, hal tersebut menjadi pilihan tepat. Selain bisa saling melengkapi juga menjadi kesempatan regenerasi kepemimpinan.
"Ini kombinasi yang sangat ideal. Pak Prabowo dengan kekayaan dan kematangan pengalamannya, Mas Gibran dengan kelincahan, kecerdasan, dan insting generasi muda yang bisa melengkapi. Pak Prabowo bisa membimbing Mas Gibran sebaliknya Mas Gibran juga bisa memberikan perspektif kepemimpinan muda pada Pak Prabowo," paparnya.
Selain itu, bagi Pigai, baik Prabowo maupun Gibran adalah dua sosok yang memiliki karakter unggul masing-masing. Keduanya, kata dia, sama-sama punya cerita sebagai 'anak Istana'. Prabowo adalah anak seorang menteri dan menantu mantan Presiden Soeharto dan Gibran adalah putra Presiden Jokowi.
"Prabowo dan Gibran itu anak Istana Negara yang sudah belajar dan tahu apa yang dikerjakan orangtua. Mereka sudah punya karakter dan telah memilah mana yang baik dan buruk. Mereka sudah punya uang dan mereka akan bangun bangsa ini untuk kesejahteraan rakyat Indonesia," tutup Pigai. (I-2)
Ia mencontohkan kasus lumpur Lapindo, di mana korporasi memiliki tanggung jawab atas kelalaian operasionalnya, namun ketika perusahaan tidak mampu menanggung beban tersebut.
MENTERI Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menegaskan bahwa negara memiliki kewenangan melarang pengibaran bendera fiksi kartun One Piece dalam saat peringatan HUT ke-80 RI
Selain Thailand, dia juga akan melakukan kunjungan yang sama ke Laos, Kamboja, Vietnam serta negara-negara ASEAN yang lain.
Realisasi anggaran tersebut tidak terlepas dari masa transisi Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM menjadi Kementerian HAM
PEMERINTAH melalui Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) melangsungkan kick off revisi Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang HAM bersama para pakar dan ahli.
Pemerintah melalui Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) melakukan kick off pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) HAM bersama para pakar
Mahkamah Konstitusi membacakan putusan terhadap 15 perkara pengujian undang-undang.
Tim dari Kemendagri, lanjutnya, melakukan pengecekan dan survei ke lapangan sebagai upaya penyelesaian sengketa. Menurutnya itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan MK soal kewenangan Bawaslu memutus pelanggaran administrasi Pilkada, pembentuk UU dapat segera merevisi UU Pilkada.
Putusan MK Nomor 104/PUU-XXIII/2025 selanjutnya akan dibahas lebih lanjut. Ia mengatakan perlu regulasi yang detail untuk menjalankan putusan MK tersebut.
Titi Anggraini mengatakan putusan tersebut telah menegaskan tidak lagi terdapat perbedaan antara rezim pemilu dengan rezim pilkada.
Semua pihak harus berhati-hati dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.135 tahun 2024 terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved