KPK Buka Peluang Memiskinkan Tersangka Korupsi Tukin di Kementerian ESDM

Candra Yuri Nuralam
17/6/2023 10:35
KPK Buka Peluang Memiskinkan Tersangka Korupsi Tukin di Kementerian ESDM
KPK akan menerapkan pasal TPPU kepada 10 tersangka kasus tukin Kementerian ESDM bila buktinya cukup.(Medcom/Candra)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) kepada tersangka kasus dugaan korupsi penyaluran tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Mereka semua bakal dimiskinkan jika ditemukan bukti yang cukup.

"Saat ini adalah tidak ada pilihan perkara korupsi bilamana ada alat bukti yang cukup kita akan lekatkan disertakan dengan tindak pidana pencucian uang," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam telekonferensi yang dikutip pada Sabtu (17/6).

Firli mengatakan penerapan pasal pencucian uang bisa memaksimalkan upaya pengembalian dan penyelamatan aset negara yang dicuri pada tersangka. Efek jera juga diyakini bakal timbul jika mereka semua dimiskinkan.

Baca juga: KPK Sebut Korupsi Tukin di Kementerian ESDM Terjadi Karena Ada Niat dan Kesempatan

"Karena sampai hari ini para pelaku korupsi itu lebih takut kalau seandainya harta, aset, kekayaannya dirampas oleh negara daripada dia ditahan atau dipidanakan untuk berapa tahun," ucap Firli.

Penerapan pasal pencucian uang itu memungkinkan karena para tersangka sudah mengubah dan mengelola uang hasil korupsi menjadi barang dan bisnis. KPK kini tinggal mencari bukti tambahan.

Baca juga; Gertak Apresiasi KPK Tahan Tersangka Korupsi Tukin Kementerian ESDM

"Jadi, ini belum berakhir pekerjaan KPK," tegas Firli.

KPK menetapkan sepuluh tersangka dalam kasus dugaan rasuah penyaluran tukin di Kementerian ESDM. Negara ditaksir merugi Rp27,6 miliar.

Sepuluh tersangka dalam kasus ini yakni Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso, pejabat pembuat komitmen (PPK) Novian Hari Subagio, staf PPK Lernhard Febrian Sirait, dan Bendahara Pengeluaran Abdullah.

Tersangka lainnya yakni Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo, PPABP Rokhmat Annashikhah, Operator SPM Beni Arianto, Penguji Tagihan Hendi, PPK Haryat Prasetyo, dan pelaksana verifikasi dan perekaman akuntansi Maria Febri Valentine.

Dalam perkara ini, Priyono diduga menerima Rp4,75 miliar. Novian mengantongi Rp1 miliar. Lalu, Lernhard menerima Rp10,8 miliar.
 
Kemudian Abdullah menerima Rp350 juta, Christa menerima Rp2,5 miliar, Haryat menerima Rp1,4 miliar, dan Beni menerima Rp4,1 miliar.
 
Terus, Hendi menerima Rp1,4 miliar, Rakhmat menerima Rp1,6 miliar, dan Maria menerima Rp900 juta. Uang itu dipakai untuk berbagai kebutuhan.
 
Sebagian uangnya diberikan ke pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp1,03 miliar. Sebagian juga dipakai untuk operasional keperluan kantor.

Para tersangka juga menggunakan uang haram itu untuk kerja sama umroh, sumbangan nikah, THR, pengobatan,pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mess atlit, kendaraan, dan logam mulia.

Dalam kasus ini, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya