TENTARA Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD) memburu anggota Kelompok Kriminal Bersenjata 9KKB) yang menyebabkan satu prajurit Kodim 1715/Yahukimo gugur dan satu lainnya luka atas peristiwa penyerangan tersebut.
Akibat kejadian baku-tembak juga menyebabkan Dandim 1715/Yahukimo Letkol Inf J V Tethool dan prajurit dirawat intensif di RSUD Yahukimo.
“TNI AD mengecam keras aksi teror yang dilakukan oleh kelompok seperatis bersenjata, dan akan melakukan pencarian serta pengejaran terhadap pelaku,” tegas Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Hamim Tohari, hari ini.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan TNI, Laksda Kisdiyanto, membeberkan pihaknya saat ini masih mendalami dan mengevaluasi kejadian tersebut.
“Kita masih mendalami dan evaluasi kejadian yang terjadi di Yahukimo,” ungkap Kisdiyanto kepada Media Indonesia, Kamis (2/3/2023).
Terpisah, pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai kontak senjata di Kodim Yahukimo sebagai bentuk provokasi KKB terhadap pemerintah.
“Tujuan mereka adalah memperburuk dan mengendalikan situasi sepenuhnya dengan menciptakan kepanikan dan meningkatkan tekanan publik agar segera dilakukan langkah represif-koersif untuk membebaskan sandera,” ucap Khairul kepada Media Indonesia, Kamis (2/3/2023).
“Sementara di sisi lain, komunitas internasional, terutama Selandia Baru sebagai negara asal sandera, masih menginginkan langkah persuasif,” tambahnya.
Maka dari itu, Khairul menyebut provokasi itu tidak perlu disikapi secara reaktif -dalam arti tergesa-gesa bertindak keras- untuk memburu pelaku penembakan maupun untuk membebaskan sandera.
Baca juga: Survei LSI: Publik Dukung Polri Usut Lagi Kasus Indosurya
Diketahui, kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua sudah 23 hari menyandera pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens. Keselamatan sandera tentu menjadi prioritas TNI dan pemerintah.
Pemerintah, kata Khairul, harus tetap disiplin pada skema dan skenario yang sudah direncanakan secara cermat. Kemudian perlu berhati-hati dan terukur agar tidak terjebak pada upaya KKB mengendalikan situasi dan arah negosiasi.
“Seperti saya sampaikan sebelumnya, langkah persuasif (soft approach) yang sedang ditempuh itu mestinya bisa dimaknai juga sebagai upaya mengalokasikan waktu yang memadai bagi TNI-Polri untuk menyiapkan langkah represi-koersif yang perlu ditempuh dalam upaya penyelamatan,” ucap Khairul.
“Waktu persiapan seperti apa? Tentunya untuk mengumpulkan informasi situasi-kondisi lapangan; mempersiapkan organisasi satuan tugas dan personel yang akan diterjunkan dalam misi; maupun strategi-taktik yang akan dijalankan,” tambahnya.
Bagaimanapun, Khairul berpendapat bahwa keberhasilan pembebasan juga sangat bergantung pada hasil pengumpulan informasi lapangan dan analisis intelijen.
Namun, Khairul mengingatkan harus ada tenggat waktu yang jelas untuk langkah persuasif yang dilakukan. Karena jika berlarut-larut, situasi dan kondisi bisa saja memburuk dan merugikan upaya penyelamatan.
“Jika persiapan langkah represif memang sudah beres, maka operasi penyelamatan bisa segera dilakukan kapan saja,” tandasnya. (OL-4)