Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
PERKUMPULAN untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai sudah seharusnya menteri mundur dari jabatannya saat mencalonkan diri sebagai kontestan pilpres. Aturan ini sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Pernyataan Perludem merespons gugatan yang diajukan Partai Garuda terhadap UU Pemilu untuk menguji Pasal 170 ayat (1) terkait frasa ‘pejabat negara’. Penggugat ingin menteri bisa maju di Pilpres tanpa harus mundur dari jabatannya.
"Iya sudah pas (aturan) yang ada di UU (Pemilu)," ujar Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati, Rabu (3/8).
Bila menteri tidak mundur dari jabatannya, sambung Khoirunnisa, dikhawatirkan dapat menggunakan posisinya untuk kepentingan pribadi. Bahkan, dapat memanfaatkan program kementerian untuk pencapresannya.
“Karena menteri ini punya sumber daya, punya program, kalau mereka maju sebagai capres bisa jadi memanfaatkan program-program yang ada di kementeriannya,” tandasnya.
Pasal 170 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu berbunyi, "Pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya; kecuali Presiden, Wakil Presiden, Pimpinan dan anggota MPR, Pimpinan dan anggota DPR, Pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota".
Dengan demikian, menteri adalah pejabat negara yang tidak dikecualikan untuk mengundurkan diri dalam jabatannya apabila dicalonkan sebagai calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres).
Kuasa hukum Partai Garuda, Munathsir Mustaman, mengatakan dalil para pemohon bahwa menteri adalah pejabat negara yang tidak dikecualikan untuk mengundurkan diri dalam jabatannya apabila dicalonkan sebagai capres maupun cawapres.
Menteri yang saat ini tengah menjabat dalam Kabinet Indonesia Maju, yang diusung penggugat menjadi calon presiden atau wakil presiden, potensial mengalami kerugian konstitusional.
Berbeda halnya dengan gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, wali kota atau wakil wali kota, apabila dicalonkan sebagai calon presiden ataupun calon wakil presiden hanya memerlukan izin kepada presiden sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 171 ayat (1) UU Pemilu.
"Perlakuan berbeda antara menteri dengan dengan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota apabila dicalonkan sebagai presiden dan wakil presiden oleh Pemohon, juga telah mencederai dan menimbulkan ketidakadilan bagi Pemohon, sebagaimana yang dijamin dan dilindungi berdasarkan ketentuan Pasal 22E UUD 1945," tandas Munathsir (Ant/OL-8)
KADER Partai Golkar, Adrianus Agal, melaporkan oknum pengacara yang diduga menyebarkan berita hoaks terkait putusan PTUN yang membatalkan SK Menkumham RI soal pengesahan AD/ART Golkar.
Pelaporan terhadap Ketum Partai Garuda itu sempat ditangani Subdit Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya.
Putusan soal usia calon kepala daerah menjadi urusan Partai Garuda dan MA.
PARTAI Garuda menggegerkan dunia perpolitikan Tanah Air karena permohonan hak uji materiel terkait syarat usia minimal calon kepala daerah yang diajukannya dikabulkan Mahkamah Agung.
Gugatan tidak memenuhi syarat formil permohonan karena permohonan pemohon tidak jelas atau kabur.
Ada potensi partai yang suaranya jauh dari ambang batas parlemen akhirnya menjual suara tersebut dengan cara memanipulasinya menjadi fakta hukum.
UNDANG-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai transparansi pembiayaan
SEKRETARIS Jenderal PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto mengajukan uji materi terhadap Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
KETUA Badan Legislasi DPP PKS Zainudin Paru mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menahan diri dengan menolak putusan terkait ketentuan persyaratan pendidikan capres-cawapres,
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved