Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Putusan Praperadilan yang Diajukan Mardani H Maming Dibacakan Rabu (27/7)

Bayu Anggoro
26/7/2022 22:20
Putusan Praperadilan yang Diajukan Mardani H Maming Dibacakan Rabu (27/7)
Sidang praperadilan yang diajukan Mardani H Maming di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan(DOK/PRIBADI)


 
SIDANG Praperadilan yang diajukan mantan Bupati Tanah Bumbu
Mardani Maming terkait status tersangka atas perkara pemberian izin
usaha pertambangan yang disematkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) akan masuk tahap akhir yakni putusan pengadilan.

Hakim tunggal Hendra Utama Sotardodo dalam sidang beragenda kesimpulan meminta agar kedua belah pihak, pemohon Mardani Maming dan termohon KPK untuk membacakan kesimpulan.

Namun, kedua belah pihak meminta kepada yang mulia hakim dianggap
kesimpulan telah dibacakan. "Selanjutnya, acara besok sidang tinggal
Keputusan, kita lanjutkan Rabu 28 Juli 2022 sekitar jam 1 agenda
pembacaan keputusan, baik pemohon dan termohon untuk hadir tepat waktu," ungkap Hakim Tunggal Hendra Utama dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (26/7).

Dalam persidangan beragendakan kesimpulan itu banyak petugas KPK dengan
atribut rompi bertuliskan KPK memenuhi ruangan pengadilan. Jumlahnya mencapai belasan orang.

Pada sidang sebelumnya pihak pemohon yang diwakili penasehat hukum Mardani Maming, Denny Indrayana, menyatakan bahwa kasus yang menjeratnya kliennya bukan perkara korupsi seperti yang dituding oleh KPK, tapi bisnis to bisnis dengan perusahaan terkait perizinan pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu.

Denny Indrayana juga menyesalkan diterbitkannya daftar pencarian orang
atau DPO oleh KPK. Meski demikian DPO tidak mengugurkan praperadilan, sebelum ada putusan pada sidang praperadilan tersebut.

"Kami pada Senin (25 Juli 2022) telah bersurat jika ternyata ada kondisi hukum proses ini berjalan, kami siap datang segera, setelah putusan (praperadilan) itu dibacakan. Itukan konsekuensi hukum, KPK melakukan langkah itu (DPO), dan dianggap itu benar kami berharap juga hormati pada saat putusan nanti," kata Denny Indrayana seperti dalam siaran pers, Selasa (26/7).

"Insya Allah kami menang ya berarti status tersangka, pemblokiran,
pencekalan, dan lain-lain juga mesti dinyatakan tidak sah. Marilah kita
tunggu sama-sama, kurang 24 jam lagi kok, tidak akan lama lagi kan,"
kata Denny.

Menilik Surat Edaran Mahkamah Agung atau SEMA No 1 Tahun 2018 mengatur
secara tegas bahwa pemohon praperadilan yang statusnya tercatat DPO
tidak bisa mengajukan praperadilan, apakah itu terkait perkara yang
ditangani di instansi aparat hukum lainnya, baik di Kepolisian,
Kejaksaan maupun KPK. "Terkait dengan kasus yang menimpa saudara M
Maning, yang bersangkutan sudah mengajukam praperadilan pada 27 Juni 2022. Sementara status dia terkait dengan DPO baru ditetapkan
sekarang ini," ujarnya.

Lanjutnya, dengan demikian jika mengacu makna dan pemahaman SEMA
tersebut, artinya tidak diperbolehkan itu pemohon yang masuk dalam DPO.
"Sedangkan saudara Maming itu pada saat mengajukam upaya praperadilan
belum terdaftar masuk DPO. Sehingga, surat SEMA diatas tidak bisa di
terapkan pada saudara MM," cetusnya.


Tidak melanggar pidana

Sebelumnya, ahli hukum pertambangan Ahmad Rezi dalam persidangan
praperadilan Senin 25 Juli 2022, menyebutkan pengalihan IUP yang
dilakukan pejabat tidak bisa dijatuhkan saksi pidana

Dia menjelaskan tentang pengaturan perizinan sektor mineral dan batu
bara di UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Batu Bara serta
UU Nomor 3 Tahun 2020, bahwa pemberian IUP diatur oleh pejabat yang
berwenang, antara lain Bupati, Walikota, Gubernur, Atau Menteri.

"Lalu bagaimana dengan terkait pemberian IUP dan peralihan. Pemberian
IUP diatur di Pasal 36, 37, dan seterusnya, di situ diatur bahwa pejabat yang berwenang dalam hal ini adalah bupati, wali kota, gubernur, atau menteri diberikan kewenangan untuk menerbitkan izin usaha pertambangan. Bupati dalam satu wilayah kabupaten/kota, gubernur untuk lintas kabupaten/kota, sedangkan menteri untuk lintas provinsi," kata Ahmad Rezi.

Dia menegaskan bahwa pemberian IUP untuk usaha pertambangan, lalu
diberikan izin kepada pemohon, dan pemohonnya bisa tiga, bisa bersifat
perseroan, dan bisa juga korporasi atau perseorangan.

Karenanya seorang kepala daerah bisa memberikan izin surat pertambangan
apabila ada lahan kosong yang belum ada pemiliknya. Namun dengan catatan harus syarat-syarat administratif yang harus dipenuhi.

"Jadi yang hari ini memang belum pernah ada, pemiliknya izin surat
pertambangan kemudian oleh bupati atau wali kota atau gubernur nanti
diberikan. Jadi sesuatu yang tadinya lahan kosong yang belum ada
pemiliknya sama sekali kemudian diberikan kepada pemohon," urainya.

Lanjut Ahmad, setelah pemohon IUP itu menerima semua kelengkapan data,
maka itu syarat untuk dipenuhi agar mendapatkan IUP tersebut,
diantaranya syarat administratif, teknis, dan syarat hukum maupun
finansial.

"Jadi ada syaratnya mendapat IUP, ada syarat administratif, ada
syarat-syarat teknis, syarat hukum dan finansial. Jadi memang sesuatu
wilayah yang baru diterbitkan oleh bupati atau wali kota tentang IUP ini surat pertambangan," ungkap Ahmad.

Nah, sedangkan peralihan IUP terjadi apabila perusahaan yang sebelumnya
diberikan IUP oleh Bupati atau Walikota kemudian dialihkan kepada
perusahaan lain di wilayah usaha pertambangan tertentu maka itu
peralihan sesuai diatur pada pasal 93 UU 4 Tahun 2009.

"Jadi itu sesuatu yang sudah ada kemudian diberikan izinnya kepada
perusahaan tertentu, kemudian dialihkan ke perusahaan B. Nah ini namanya
peralihan dan ini diatur oleh Pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 terkait
dengan pengganti itu tidak boleh dipindahtangankan. Ini dalam konteks
peralihan," ujarnya.

Ahmad melanjutkan, pemberian dan peralihan IUP merupakan dua hal yang
berbeda. Pemberian IUP disebutnya dilakukan jika lahan yang dimintakan
izin belum pernah diberikan kepada pihak mana pun. Sedangkan untuk
peralihan IUP, lahan yang dimintakan izin sebelumnya sudah dikelola.

"Seperti yang sudah saya sampaikan tapi bahwa pemberian IUP dengan
peralihan IUP itu berbeda. Jadi lahan itu atau pusat pertambangan itu
belum pernah diberikan kepada pihak mana pun oleh pejabat, ini
diberikan," tuturnya.

Namun, kata dia setelah memenuhi persyaratan administratif, finansial,
teknis, hukum, sedangkan peralihan IUP itu memang sesuatu yang sudah
pernah ada dialihkan kepada PT B.

"Jadi secara hukum diatur di UU 4 Tahun 2009, pemberian dan peralihan
adalah suatu peristiwa dan perbuatan hukum yang berbeda sama sekali,"
ungkap dia.

Karena itu, kata Ahmad, jika merujuk pada UU Nomor 4 Tahun 2009 Pasal
151, tidak ada sanksi atas pelanggaran Pasal 93 ayat 1. Dengan begitu,
lanjutnya, bila ada peralihan IUP yang dilakukan oleh para pihak dalam
konteks ini menggunakan IUP, tidak dikenai pertanggungjawaban
administrasi.

"Kalau dipakai tahun 2011, berarti ikut yang UU Nomor 4 Tahun 2009. Lalu apakah diterima sanksi? Nah Pasal 93 ayat 1, tidak dikenai sanksi.
Bicara mengenai sanksi di UU Nomor 4 Tahun 2009 ada Pasal 151, itu
memiliki cara mengenai sanksi," kata dia.

"Nah pasal itu tidak memberikan sanksi terhadap pelanggaran (Pasal) 93
ayat 1 UU 4 Tahun 2009 Minerba. Jadi kalau ada pelimpahan IUP yang
dilakukan oleh para pihak dalam konteks ini menggunakan IUP, jadi tidak
dikenai pertanggungjawaban administrasi," sambung dia.

Dijelaskan Ahmad terkait sanksi pidana disebutkan bahwa tidak ada satu
pasal yang mengatur peralihan IUP diberikan pertanggungjawaban
administrasi negara atau sanksi pidana. Kata dia menjadi suatu
pertanyaan apakah pertanggungjawaban bisa dikenakan sanksi pidana.

"Pada UU No 4 Tahun 2009 dari Pasal 158-165 yang mengatur tentang sanksi pidana, tidak ada satu pun pasal yang mengatur tentang pengenaan pidana terhadap Pasal 93 ayat 1. Jadi pasal itu, mengatur mengenai peralihan ini, tidak ada pertanggungjawaban administrasi negara dan tidak ada  pertanggungjawaban sanksi pidana," tandas dia.

Adapun sidang praperadilan yang diajukan Bendahara Umum PBNU Mardani
Maming itu akan berakhir pada Rabu 27 Juli 2022 dengan agenda putusan
oleh hakim tunggal Hendra Utama Sotardodo sekitar pukul 13.00 WIB. (N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : NUSANTARA
Berita Lainnya