Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
DIREKTUR Perkumpulan Advokat Pengacara HAM (Paham) Papua Gustaf Kawer pesimistis kasus dugaan pelanggaran HAM berat pada Peristiwa Paniai 2014 bisa diusut tuntas. Karena hanya ada satu pelaku yang diseret ke pengadilan, Gustaf memprediksi majelis hakim akan memutus bebas.
Hal tersebut tercermin dari pengalaman negara menindaklanjuti perkara HAM berat Abepura. Kasus yang terjadi 7 Desember 2000 silam baru berhasil disidang pada 2005. Gustaf menyebut, berdasarkan hasil rekomendasi Komnas HAM, ada 25 orang yang menjadi terduga pelaku. Di pengadilan, dua terdakwa perkara Abepura dinyatakan bebas murni.
"Dari 25 terduga pelaku dipangkas menjadi dua orang saja, Brigjen Johny Wainal Usman, mantan Dansat Brimob Polda Papua dan Kombes Daud Sihombing, mantan Kapolres Jayapura," kata Gustaf saat dihubungi Media Indonesia dari Jakarta, Sabtu (25/6).
Dalam perkara Paniai, Gustaf juga mengatakan bahwa Komnas HAM telah merekomendasikan lebih dari satu nama. Meski hasil rekomendasi tidak menyebutkan nama, ia memastikan para terduga pelaku berasal dari beberapa kesatuan di institusi TNI. Kejaksaan Agung sendiri hanya menersangkakan Mayor Inf (Purn) Isak Sattu selaku Perwira Penghubung (Pabung) Komando Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai.
"Itu seharusnya digali oleh jaksa dalam penyidikan. Lebih dari satu, pelaku di lapangan ada, komandannya ada, atasannya ada. Itu turut serta kan. Kalau pelakunya tunggal, kita bisa analisa berpotensi sekali vonisnya bebas," jelas Gustaf.
Baca juga: DPD Gerindra DKI belum Terima Surat Pengunduran M Taufik
Selain itu, ia juga mempertanyakan keseriusan negara yang terkesan bermain-main mengadili perkara HAM berat Paniai. Ini terejawantah dari kurang siapnya lembaga peradilan menyiapkan hakim-hakim ad hoc, padahal perkara tersebut sudah siap disidangkan.
Lebih lanjut, tempat persidangan kasus HAM berat yang terjadi di Papua pun masih mengandalkan Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Makassar. Padahal, Undang-Undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pada 2001 telah mengamanatkan pembentukan Pengadilan HAM di Papua, selain Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
"Sekarang kita mau bangga apa? KKR-nya belum ada regulasi di Papua, ada aturan Otsus, tapi aturan teknis belum ada. Kita mau selesaikan HAM bagaimana kalau penegakannya sudah model gini," tandas Gustaf.
Sebelumnya pada awal Juni lalu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk menersangkakan pihak lain dalam perkara Paniai. Namun, hal itu membutuhkan fakta baru yang terungkap dalam persidangan.
"Sementara itu (Isak Sattu) dulu (tersangkanya), sementara. Nanti perkembangannya kita lihat, Tiba-tiba di sidang ada hal-hal, fakta-fakta baru, kita enggak bisa menentukan. Kita nunggu perkembangannya," ujar Ketut saat ditemui, Kamis (2/6). (OL-4)
BUPATI Paniai Meki Fritz Nawipa menyebutkan jika Provinsi Papua Tengah dapat direalisasikan melalui pemekaran, maka ibu kotanya adalah Nabire.
SIDANG perdana kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada peristiwa Paniai, Papua akan digelar 27 Juni mendatang di Pengadilan HAM Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
PENGADILAN Negeri Kelas IA Khusus Makassar, Sulsel, Rabu (21/9) akan mulai menyidangkan perkara pelanggaran Hak Asas Manusia (HAM) Berat Paniai, Papua Barat.
"Karena kita ingin kasus ini cepat selesai, jadi sidang dua kali seminggu dan sidang berikutnya Rabu (28/9), memutuskan sebelum 108 hari selesai, yaitu sekitar 7 Desember 2022,"
ISAK Sattu, mantan Perwira Penghubung Kabupaten Paniai, Kodim 1705/Paniai, Rabu (21/9) menjalani sidang sebagai didakwa kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Paniai.
Saksi dari warga tidak ada yang hadir, sementara dari Polri hanya empat yang hadir, yaitu Andy Richo Amir, Abner Onesimus Windesi, Riddo Bagary, dan Haile ST Wambarauw.
Yosep Hidayah, terdakwa kasus pembunuhan istri dan anaknya, Tuti Suhartini dan Amalia Mustika Ratu alias Amel, menghadapi sidang vonis di PN Subang.
Akhirnya Satgas hanya melakukan penyegelan kantor. Pihak kepolisian berada di ROP selama satu jam dari pukul 10.00 WIB hingga 11.00 WIB.
Saat diberi kesempatan tanggapan oleh ketua hakim, terdakwa menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah meminta untuk menghancurkan barang bukti.
Sebagaimana dikemukakan majelis hakim dalam persidangan, bahwa Jokdri sama sekali tidak terkait dengan perkara pengaturan skor sebagaimana yang ditangani satgas anti mafia bola.
PENGADILAN niaga Madrid, Spanyol, mengeluarkan putusan awal bahwa FIFA maupun UEFA dilarang mencegah rencana pembentukan Liga Super Eropa,
Mahkamah Agung Spanyol kemudian menolak argumen bahwa Kerad Project adalah perusahaan palsu dan memastikan perusahaan itu melakukan kerja secara legal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved