Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Terdakwa Kasus Asabri Heru Hidayat Tolak Tuntutan Hukuman Mati 

Cahya Mulyana
13/12/2021 19:58
Terdakwa Kasus Asabri Heru Hidayat Tolak Tuntutan Hukuman Mati 
Terdakwa Kasus korupsi Asabri Heru Hidayat(Antara/Indrianto Ekko Suwarso )

TERDAKWA kasus dugaan korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau PT Asabri (persero) Heru Hidayat mengaku keberatan dengan dengan tuntutan hukuman mati. Sebab sanksi itu tidak tepat karena tidak didukung bukti dan fakta persidangan. 

"Bahwa dalam nota pembelaan pribadi Pak Heru maupun penasehat hukum, pertama kami menyoroti mengenai tuntutan mati oleh JPU yang menyimpang. Sebab sejak awal JPU tidak pernah mencantumkan Pasal 2 ayat (2) dalam surat dakwaannya, padahal jelas surat dakwaan adalah acuan dan batasan dalam persidangan perkara ini sebagaimana hukum acara pidana," kata Kuasa Hukum Heru Kresna Hutauruk di Jakarta, Senin (13/12). 

Ia mengatakan, alasan JPU mengenai perkara ini pengulangan tindak pidana sangat keliru. Karena tempus perkara ini terjadi 2012-2019, sebelum Heru dihukum di kasus Jiwasraya. 

Sedangkan yang dimaksud pengulangan tindak pidana adalah tindak pidana yang dilakukan setelah seseorang divonis. Sehingga jelas perkara ini bukan pengulangan tindak pidana. 

"Dalam dakwaan dan tuntutan terbukti Pak Heru tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada Asabri sehingga jelas tidak ada niat jahat dari Pak Heru ataupun Asabri. Perkara tipikor itu identik dengan suap atau gratifikasi, sedang dalam perkara ini Pak Heru nihil," paparnya. 

Baca juga : Pakar Sebut Asabri Tunduk UU Pasar Modal dan PT

Mengenai tuduhan jaksa bahwa Heru menikmati uang sebesar Rp12 triliun juga keliru. Selama persidangan tidak pernah ada pembuktian aliran uang sebesar itu kepada Heru. Termasuk pula soal kerugian negara sebesar Rp22 triliun lebih dalam perkara ini juga tidak akurat. 

Dalam Persidangan, lanjut dia, para Ahli BPK menjelaskan angka kerugian sebesar itu muncul karena pemeriksa BPK hanya menghitung uang yang keluar dalam investasi Asabri pada saham dan reksadana pada periode 2012-2019. 

"Itu tanpa pernah menghitung keuntungan dan yang masuk ke Asabri dalam investasi saham dan reksadana pada periode 2012-2019," ujarnya. 

Akan sangat tidak adil apabila penghitungan kerugian negara yang keliru tersebut digunakan sebagai putusan. 

"Maka kami berharap agar majelis hakim dapat memutus perkara ini sesuai dengan koridor hukum dan fakta yang terjadi dalam persidangan ini sehingga menghasilkan putusan yang adil," pungkasnya. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya