Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Pakar Sebut Asabri Tunduk UU Pasar Modal dan PT

Mediaindonesia.com
13/12/2021 15:27
Pakar Sebut Asabri Tunduk UU Pasar Modal dan PT
Guru besar Fakultas Hukum Unpad I Gde Pantja Astawa(MI/Agung Sastro)

GURU besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Prof I Gde Pantja Astawa menilai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus PT Asabri  tidak bisa menjadi dasar tuntutan hukuman mati terhadap 
Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat Heru Hidayat. 

Hasil audit BPK menyimpulkan kerugian negara mencapai Rp22,78 triliun. Menurut Astawa, hal itu tidak tepat karena kasus Asabri bukanlah persoalan kerugian keuangan negara. “Dari sisi mana dikatakan sebagai keuangan negara. Atas dasar apa BPK masuk mengaudit, kalau dana Asabri ini berasal dari iuran anggota TNI-Polri? Apa tepat yang diperiksa BPK itu keuangan negara?" ujarnya, Senin (13/12)

Ia menjelaskan, Asabri seyogianya tunduk pada UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang dalam pengelolaannya memiliki Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) tersendiri.

Sebagai sebuah PT, lanjutnya, ada prinsip-prinsip yang berlaku di dalam pengelolaan keuangan Asabri. Bila core atau inti bisnisnya adalah bermain dalam saham yang fluktuatif, hal itu merupakan kebijakan perusahaan dan tidak terkait pada kerugian keuangan negara.

Menurutnya, saham maupun reksadana yang fluktuatif tidak dapat dipastikan nilainya karena terus bergerak naik dan turun. Hal ini tentu saja bertentangan dengan pengertian kerugian keuangan negara, yakni kekurangan uang, barang dan surat berharga yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai.

“Namanya saham ini kan fluktuatif, bagaimana kita bisa memastikan itu kerugian keuangan negara? Ini satu hal yang ganjil menurut saya,” ujar Astawa.

Ia menegaskan bahwa BPK tidak boleh secara sepihak melakukan audit. Orang atau pihak yang diaudit, haruslah dimintai konfirmasi bila terjadi dugaan penyimpangan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.

“Itu prinsip. Kalau berkenaan dengan keuangan negara. Tapi, ini kan gak ada urusannya dengan keuangan negara. Saya menilai tak bisa BPK kalau yang diaudit itu berkenaan dengan jual beli saham dan reksadana,” tandasnya. 

Ia melanjutkan, PT Asabri selain berada di bawah UU PT, juga tunduk pada UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang bila terdapat sebuah kasus, memiliki penyelesaiannya tersendiri.

“pasar modal itu ada penyelesaiannya tersendiri, meskipun dalam UU Pasar Modal ada klausul pidana, tapi larinya bukan ke korupsi. Kita harus objektif melihat ini,” tandasnya.

Hal terpenting menurut dalam kasus Asabri ini, bila merujuk pada UU PT dan Pasar Modal, adalah pemulihan. Ia pun mempertanyakan orientasi penegakan hukum di Indonesia, yang menurutnya masih sebatas menindak saja, namun lemah dalam upaya pemulihan. “Ini yang lebih penting gitu lho! Bagaimana kalau memang betul terjadi kerugian keuangan negara, yang penting itu recovery dan pengembalian yang utuh. Sehingga para nasabah di PT Asabri ini tidak merasa dikorbankan,” pungkasnya. 

Sementara, Direktur Riset SETARA Institute Halili Hasan mengatakan tuntutan itu tak selalu murni berdasarkan pertimbangan hukum. Di sisi lain, Halili menegaskan pihaknya tak sepakat dengan hukuman mati dalam kasus apa pun, termasuk korupsi. Sebab, hukuman maksimal itu tak terbukti menurunkan indeks korupsi di Indonesia.

“Pemiskinan merupakan hukuman yang tepat. Koruptor itu tidak takut mati, mereka takut miskin, makanya para pelaku itu melakukan korupsi,” tandasnya. (Medcom/OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya