Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Capres Alternatif bisa Jadi Kuda Hitam di Pilpres 2024 

Mediaindonesia.com
21/11/2021 23:40
Capres Alternatif bisa Jadi Kuda Hitam di Pilpres 2024 
Peta Politik dan Peluang Elektoral Capres Alternatif 2024 yang digelar Lingkar Studi Politik Indonesia(Dok. Pribadi )

CALON Presiden (Capres) alternatif punya magis elektoral pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Hal itu karena capres alternatif bisa jadi kuda hitam, yang mampu mengalahkan capres yang selama ini dinilai sebagai calon kuat. 

Demikian salah satu pesan yang mengemuka dalam seminar nasional Lingkar Studi Politik Indonesia (LSPI) dengan tema Peta Politik dan Peluang Elektoral Capres Alternatif 2024 yang diselenggarakan di Tebet Jakarta Selatan, Minggu (21/11). 

Direktur Eksekutif Politika Research & Consulting Rio Prayogo mengatakan, dalam survei terbaru Politika Research and Consulting (PRC) yang dirlis Senin, 15 November 2021, kemarin, Capres kuat masih ditempati tiga nama, yaitu Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan.  

Namun posisi mereka terus dibayang-bayangi oleh Capres alternatif yang berada di papan tengah. Ada empat Capres alternatif, yaitu Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono, Ridwan Kamil, dan Tri Rismaharani. 

"Dari empat nama itu, Sandiaga Uno memiliki level elektoral paling tinggi, yaitu 7 persen, dan dianggap layak mengisi etalase politik menjelang Pilpres 2024," kata Rio. 

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menambahkan, elektabilitas Sandiaga sempat turun usai Pilpres 2019. Tetapi rebound setelah dilantik menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf). Ini artinya, kenaikan elektabilitas Sandiaga merupakan bentuk apresiasi publik terhadap kinerjanya sebagai Menparekraf. 

"Jadi tidak aneh, bila Sandiaga masuk jadi Capres alternatif dalam survei PRC. Karena prestasi dan akselerasi Sandi sebagai Menteri Pariwisata cukup berhasil. Itu yang ditangkap publik," kata Adi Prayitno. 

Selain prestasi sebagai menteri, kenaikan elektabilitas Sandi juga didorong dua faktor lain, yaitu sosoknya yang diterima semua golongan dan kedekatannya dengan basis pemilih muslim.  

Menurut Adi, Sandi punya magnet politik yang cukup bagus. Bahkan pernah diasosiasikan dengan sejumlah partai Islam ketika mereka mencari sosok ketua umum.  

Baca juga : Suara Prabowo Di Jabar Diprediksi Tergerus, Peluang Untuk Airlangga

"Sandi relatif sosok yang diterima di hampir semua kalangan. Bahkan sempat dikaitkan sebagai ketua umum parpol tertentu, yang berbasis Islam. Artinya Sandi punya magnet politik kuat," kata Adi. 

Wakil Sekjen Partai Gerindra Andy Wijaya menegaskan, figur Sandiaga memang mampu mencuri perhatian. Selain karena muda, namanya juga sudah populer. Namun, Partai Gerindra hingga saat ini masih tetap mengusung Prabowo Subianto sebagai Capres.  

"Bagi masyarakat, Sandiaga dianggap alternatif. Dianggap muda, darah segar. Tapi perlu diingat, di Gerindra, keputusan Rakernas masih Prabowo untuk maju. Meski sampai sekarang Pak Prabowo belum mendeklarasikan diri atau menyatakan akan maju lagi jadi Capres," kata Andi. 

Dimas Akbar dari Partai Amanat Nasional mengamini pernyataan Andi Wijaya. Tidak hanya Gerindra, tapi hampir semua partai saat ini memutuskan akan mengusung ketua umumnya jadi Capres.  

Menurut Dimas, pemegang tiket pencalonan adalah partai. Dan mereka ingin memajukan kader terbaiknya sendiri, yaitu ketum parpolnya. Tapi, jika ingin menang, tentu partai harus mendengar suara publik. 

"Mendengar suara publik adalah cara kita mengisi ruang demokrasi. Partai perlu mendengar nama-nama Capres pilihan publik yang tergambar dari sejumlah survei," tuturnya. 

Pernyataan Dimas diafirmasi oleh Adi Prayitno. Menurutnya, Parpol perlu belajar pada sejarah. Misalnya Pilpres 2014, saat PDIP memutuskan mencalonkan Joko Widodo yang merupakan pilihan publik. 

"Dulu nama Jokowi partama muncul, itu suara publik. Dulu PDIP sudah ada calon, yaitu ketua umumnya, Megawati. Tapi karena survey Jokowi yang unggul, akhirnya kita lihat. PDIP milih Jokowi dan berjaya sampai dua periode. Ini pelajaran agar Partai mendengan suara publik," kata Adi. (RO/OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya