DPR: Penyelesaian RUU Perlindungan Data Pribadi Masih Alot

Fetry Wuryasti
16/11/2021 13:33
DPR: Penyelesaian RUU Perlindungan Data Pribadi Masih Alot
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Viada Hafid.(Ist/DPR)

AKSELERASI digital yang semakin cepat harus diikuti dengan kewaspadaan beragam modus kejahatan siber yang terus berkembang, di sektor perbankan misalnya meliputi hacking, skimming, deceiving, dan juga business email compromise, social engineering atau rekayasa sosial dan lainnya.

Dari sisi regulasi, teknologi finansial menyebabkan pengguna arus data yang begitu masif. Perlindungan atas data pribadi dianggap sangat esensial di era saat ini.

Perlindungan atas data pribadi telah ada di 32 undang-undang sektoral. Namun sampai saat ini belum ada undang-undang yang secara komprehensif memberi kejelasan dan kepastian perlindungan atas data pribadi warga negara Indonesia.

"Oleh karena itu saat ini Komisi I tengah berusaha menyelesaikan Undang-Undang Data Pribadi bersama pemerintah. Update-nya beberapa poin yang masih alot antara DPR dan pemerintah. Namun demikian sebagian besar dari RUU tersebut telah disepakati antarkedua belah pihak," kata Ketua Komisi I DPR RI Meutya Viada Hafid, dalam webinar dengan tema “Digital Financial Outlook 2022 – Cyber Security Transformation in Digital Financial Era", Selasa (16/11).

Dia katakan, dari 180 lebih negara, 126 negara sudah punya regulasi primer di bidang perlindungan data pribadi, termasuk negara-negara di ASEAN yang lebih dulu menyiapkan UU Perlindungan Data Pribadi, seperti Singapura, Filipina, Malaysia, Thailand.

Penyusunan RUU Perlindungan Data Pribadi di Indonesia akan menggunakan acuan global, termasuk convention general data protection and regulation.

"Dengan demikian RUU Perlindungan Data Pribadi menjadi sangat penting dan krusial untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat dan kondusif. UU ini akan memberikan bargaining position untuk Indonesia, dengan negara lain agar bisa berkolaborasi memajukan Indonesia yang inklusif di mata dunia," kata Meutya.

Pandemi Covid-19 ini harus disikapi untuk membenahi kebijakan keamanan informasi untuk mengantisipasi insiden siber. Dengan demikian keamanan siber telah menjadi isu prioritas, tidak hanya di Indonesia tapi juga seluruh dunia.

Semenjak teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan, progresnya berbanding lurus dengan tingkat risiko penyalahgunaan yang semakin kompleks.

Mitigasi terhadap kemajuan transformasi digital harus dilakukan terutama karena saat ini pemerintah bersama komisi I DPR RI tengah mendorong agar digitalisasi dapat berlangsung dengan dipersiapkannya infrastruktur di seluruh Indonesia.

"Kita harapkan internetifikasi sebagai contoh untuk tahun 2022 bisa mencapai hampir seluruh dari Sabang–Merauke agar semua masyarakat dapat menikmati konektivitas digital yang baik.

Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan tahun 2020, digitalisasi di sektor perekonomian menyumbang 4% dari PDB dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat menjadi 18,87% dari PDB pada tahun 2030.

Sejalan dengan itu, transaksi jual beli yang terjadi di e-commerce kian meningkat dan diprediksi mencapai Rp 1.900 triliun pada 2030.

Data proyeksi dari Bank Indonesia pada tahun 2021 juga mencatat bahwa transaksi e-commerce dapat menembus Rp 337 triliun dan transaksi digital lebih besar lagi melibatkan jutaan konsumen, yang sudah semestinya dipantau oleh pemerintah agar tidak terjadi kekacauan dan pada saat yang sama ada penanggulangan risiko ketika terjadi kegagalan dalam sistem transaksi digital.

Transformasi digital bagaikan pisau bermata dua, selain sisi positif juga ada sisi negatif yang ditimbulkan salah satunya pencurian dan penyalahgunaan data pribadi.

Berbagai laporan mencatat kasus-kasus terkait perlindungan data pribadi dia kebocoran data 297 juta penduduk yang berasal dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), kemudian kebocoran data dua juta nasabah BRI Life pada Juni 2021, kasus kebocoran data yang melibatkan Tokopedia, Bhinneka.com dan lainnya.

"Nama-nama ini tidak merepresentasikan keseluruhan dan hanya sebagai contoh. Intinya kebocoran data terjadi tanpa mitigasi dan tindak lanjut yang memadai. Pembenahan perlu dilakukan," kata Meutya.

Perkembangan teknologi yang begitu cepat seperti teknologi finansial, pengembangan kota pintar di berbagai daerah mendorong pengumpulan data pribadi yang berskala besar. Perkembangan digital ini akan menumbuhkan aliran dan ancaman data pribadi.

"Untuk itu diperlukan kebijakan penanggulangan penyalahgunaan data pribadi, yang merupakan faktor pendukung akan adanya kepercayaan daring atau online trust yang merupakan hal penting dalam transaksi digital," kata Meutya. (Try/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya