Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Pemecatan 57 Pegawai Dinilai Bisa Berdampak pada Kinerja KPK

Agus Utantoro
30/9/2021 08:45
Pemecatan 57 Pegawai Dinilai Bisa Berdampak pada Kinerja KPK
Pegawai KPK yang tidak lolos TWK menunjukkan surat untuk Presiden yang dikirim oleh aktivis dari sejumlah daerah.(ANTARA/Reno Esnir)

PEMECATAN 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), dikhawatirkan akan berimplikasi pada kinerja lembaga antirasuah itu di masa-masa berikutnya.  

"Kami tidak akan bisa melihat kiprah KPK sehebat dulu. Karena kondisi yang menimpa KPK hari ini adalah dampak dan implikasi dari dua hal yang sejak awal sudah banyak dikritisi publik," kata Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat)Fakultas Hukum UGM Yuris Rezha Kurniawan, Rabu (29/9).

Dalam keterangan tertulis yang diterima Media Indonesia, Kamis (30/9), Yuris lebih lanjut menjelaskan ada dua persoalan yang menimpa KPK sejak awal hingga pemecatan 57 pegawai itu.

Baca juga: KPK Selidiki Korupsi Krakatau Steel yang Disinggung Erick Thohir

Pertama, proses pemilihan pimpinan KPK yang secara rekam jejak cenderung bermasalah. Kedua, revisi UU KPK yang mendegradasi independensi KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi. 

"Ke depan, dengan atau tanpa 57 pegawai yang akan dipecat, masih sulit membayangkan KPK bisa segarang dulu dalam memberantas korupsi," tegasnya.

Menurut dia, dua institusi negara, Ombudsman dan Komnas HAM sudah menyebut proses TWK diduga penuh maladministrasi dan pelanggaran HAM. 

Menurutnya, sangat wajar jika publik berharap presiden memperbaiki kondisi itu karena presiden sebagai pimpinan tertinggi eksekutif yang melaksanakan perintah undang-undang sekaligus pimpinan tertinggi ASN, karena Presiden dapat memgambil keputusan. 

"Justru saat presiden tidak  bersikap, publik dapat mempertanyakan peran Presiden dalam dua kewenangannya tersebut," ujarnya.

Yuris meyakini yang bermasalah sebetulnya bukan 57 pegawai KPK tersebut. Namun memang ada upaya pihak tertentu untuk menyingkirkan 57 pegawai dari lembaga KPK. 

"Seolah poin utama dari proses alih status pegawai KPK ini adalah mencari segala cara agar 57 pegawai tersebut tidak lagi bekerja di KPK," terangnya.

Soal persoalan internal KPK dengan pejabat KPK terlibat dalam kasus korupsi dan melakukan pelanggaran etik berat menurutnya KPK sekarang ini harus introspeksi diri. Khususnya bagi pimpinan dan Dewan Pengawas. 

"Dua  pimpinan telah terbukti melanggar etik bahkan salah satunya adalah pelanggaran etik berat yang kuat mengarah pada tindakan pidana. Mana mungkin KPK bisa menjadi lembaga pemberantasan korupsi yang efektif kalau di tingkat pimpinan saja tidak zero tolerance terhadap praktik koruptif," jelasnya .

Selain itu, ia menyoroti kinerja Dewan Pengawas (Dewas) yang seharusnya bisa diharapkan dapat menjadi pengawas internal yang efektif sebagaimana desain Revisi UU KPK justru seperti macan ompong. 

"Dewas tidak berani mengambil sikap tegas terhadap pelanggaran di internal KPK. Dibandingkan Dewas hari ini, justru sistem pengawasan internal KPK sebelum adanya Revisi UU KPK jauh lebih baik karena lebih tegas menghukum pihak internal KPK yang melakukan pelanggaran," katanya.

Melihat kondisi KPK saat ini, Yudi menilai sudah sangat wajar jika kepercayaan publik terhadap KPK menurun berdasarkan hasil survei Lembaga Indikator Politik Indonesia belum lama ini. 

Meski begitu, menurutnya  tugas publik sebagaimana sejak dulu tetap kritis dan melakukan pengawasan dari luar. 

"Mengkritik kondisi KPK hari ini bukan berarti membiarkan praktik korupsi berjalan di pemerintahan. Bagi publik, yang terpenting adalah negara bertindak nyata dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," pungkasnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya