Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PENELITI Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman menilai putusan bebas terhadap pengusaha batu bara Samin Tan sebagai hal yang janggal. Soalnya, dalam amar putusan majelis hakim menyatakan Samin tidak terbukti secara sah bersalah dan dibebaskan dari semua dakwaan jaksa penuntut umum.
"Putusan ini terasa janggal dan sudah seharusnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) melakukan kasasi," ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (31/8). Menurut Zaenur, pertimbangan majelis hakim yang mengatakan bahwa pemberi gratifikasi tidak bisa dipidana merupakan hal yang kurang tepat.
Dalam perkara ini, Samin diseret ke meja hijau karena diduga memberikan uang sejumlah Rp5 miliar kepada anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih. Pemberian itu dilakukan guna mengurus terminasi kontrak Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) terhadap PT Asmin Kolaindo Tuhup (AKT) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Menurut saya bisa dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 (UU PTPK). Apalagi kalau ada pemberian gratifikasi, penerima gratifikasi itu melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan kewajibannya, itu lebih jelas lagi," urainya.
Zaenur juga tidak sependapat dengan majelis hakim yang menilai Samin sebagai korban pemerasan Eni. Ia berkukuh bahwa Samin ialah pihak yang memberikan gratifikasi. Ini juga diperkuat dengan dakwaan jaksa KPK terhadap Samin, yaitu Pasal 5 ayat 1 huruf a dan Pasal 13 UU PTPK.
Menurutnya, perbedaan mendasar antara gratifikasi dan pemerasan yaitu ada unsur memaksa. "Kalau pemerasan harus ada paksaan. Kalau enggak ada, itu merupakan pemberian gratifikasi."
Dalam sidang yang digelar pada Senin (30/8) di Pengadilan Tipikor Jakarta, ketua majelis hakim Panji Surono dengan didampingi oleh hakim anggota Sukartono dan Teguh Santoso menyebut bahwa unsur memberi atau menjanjikan sesuatu yang dilakukan Samin kepada Eni selaku anggota DPR tidak terbukti. Berdasarkan bukti percakapan melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp selama persidangan, permintaan uang yang dilakukan Eni kepada Samin untuk kepentingan pilkada suami Eni yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. "Bukan dalam rangka pencabutaan PKP2B PT AKT, karena Kementerian ESDM yang punya kewenangan mencabut PKP2B PT AKT," jelas hakim Sukartono.
Hakim juga menilai bahwa peraturan perundang-undangan tindak pidana korupsi belum mengatur soal pemberi gratifikasi. Adapun yang diatur dalam UU PTPK yaitu pegawai negeri atau penyelenggara yang menerima gratifikasi sebagaimana dalam ketentuan Pasal 12 B atau Pasal 12 C. "Karena belum diatur dalam perundang-undangan, dikaitkan dengan Pasal 1 ayat 1 KUHP yang diperlakukan pula dalam mengadili perkara-perkara korupsi, suatu perbuatan tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan perundang-undangan pidana yang telah ada," kata hakim Teguh.
Baca juga: KPK Bebaskan Bos Borneo Lumbung Energi dan Metal
Atas vonis bebas tersebut, penasihat hukum Samin menyatakan menerima putusan. Di sisi lain, jaksa KPK langsung menyatakan akan melakukan upaya hukum lebih lanjut. "Kami tim penuntut umum langsung menyatakan sikap, kasasi," ujar jaksa KPK Ronald Worotikan.
Samin sendiri irit bicara soal putusan majelis hakim. Saat ditanya tanggapannya mengenai vonis bebas, Samin singkat menjawab, "Senang dong." (OL-14)
Suap dan gratifikasi di sektor pendidikan biasanya terjadi karena adanya orang tua murid memaksakan anaknya masuk sekolah tertentu.
JAM-Pidsus Kejaksaan Agung menyita uang senilai Rp2 miliar dari hakim Djuyamto yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi minyak goreng
Perkara ini berkaitan dengan bantuan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan tingkat dasar, menengah, dan atas.
Herry Jung diduga memberi suap Rp6,04 miliar dari janji awal Rp10 miliar pada mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi Sastra.
Rumah tempat ditemukan uang tersebut ditempati oleh Didik (petani) dan istrinya (seorang guru) dengan KTP sebagai warga Desa Blimbingrejo, merupakan saudara Ali Muhtarom.
Nadine Menendez, istri mantan Senator New Jersey Robert Menendez, dinyatakan bersalah atas 15 dakwaan dalam kasus suap.
Budi menyebut kehadiran KPK kali ini bukan bagian dari penindakan. Sebab, kata dia, yang datang merupakan tim pencegahan.
Penambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat memicu kritik dari masyarakat sipil. Selain mencemari lingkungan, juga berpotensi melanggar ketentuan pidana korupsi.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) berkomitmen mengusut informasi dugaan praktik gratifikasi di Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, pihaknya akan meminta hasil investigasi Kementerian PU. Permintaan gratifikasi itu tidak bisa dibenarkan.
Dalam kasus ini, KPK sudah menyita 104 kendaraan. Rinciannya yakni 72 mobil dan 32 motor. Semua diyakini berkaitan dengan pencucian uang Rita.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved