Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pukat UGM Sebut Putusan Bebas Samin Tan Janggal

Tri Subarkah
31/8/2021 13:36
Pukat UGM Sebut Putusan Bebas Samin Tan Janggal
Samin Tan.(Antara/Hafidz Mubarak A.)

PENELITI Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman menilai putusan bebas terhadap pengusaha batu bara Samin Tan sebagai hal yang janggal. Soalnya, dalam amar putusan majelis hakim menyatakan Samin tidak terbukti secara sah bersalah dan dibebaskan dari semua dakwaan jaksa penuntut umum.

"Putusan ini terasa janggal dan sudah seharusnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) melakukan kasasi," ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (31/8). Menurut Zaenur, pertimbangan majelis hakim yang mengatakan bahwa pemberi gratifikasi tidak bisa dipidana merupakan hal yang kurang tepat. 

Dalam perkara ini, Samin diseret ke meja hijau karena diduga memberikan uang sejumlah Rp5 miliar kepada anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih. Pemberian itu dilakukan guna mengurus terminasi kontrak Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) terhadap PT Asmin Kolaindo Tuhup (AKT) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

"Menurut saya bisa dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 (UU PTPK). Apalagi kalau ada pemberian gratifikasi, penerima gratifikasi itu melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan kewajibannya, itu lebih jelas lagi," urainya.

Zaenur juga tidak sependapat dengan majelis hakim yang menilai Samin sebagai korban pemerasan Eni. Ia berkukuh bahwa Samin ialah pihak yang memberikan gratifikasi. Ini juga diperkuat dengan dakwaan jaksa KPK terhadap Samin, yaitu Pasal 5 ayat 1 huruf a dan Pasal 13 UU PTPK.

Menurutnya, perbedaan mendasar antara gratifikasi dan pemerasan yaitu ada unsur memaksa. "Kalau pemerasan harus ada paksaan. Kalau enggak ada, itu merupakan pemberian gratifikasi."

Dalam sidang yang digelar pada Senin (30/8) di Pengadilan Tipikor Jakarta, ketua majelis hakim Panji Surono dengan didampingi oleh hakim anggota Sukartono dan Teguh Santoso menyebut bahwa unsur memberi atau menjanjikan sesuatu yang dilakukan Samin kepada Eni selaku anggota DPR tidak terbukti. Berdasarkan bukti percakapan melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp selama persidangan, permintaan uang yang dilakukan Eni kepada Samin untuk kepentingan pilkada suami Eni yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. "Bukan dalam rangka pencabutaan PKP2B PT AKT, karena Kementerian ESDM yang punya kewenangan mencabut PKP2B PT AKT," jelas hakim Sukartono. 

Hakim juga menilai bahwa peraturan perundang-undangan tindak pidana korupsi belum mengatur soal pemberi gratifikasi. Adapun yang diatur dalam UU PTPK yaitu pegawai negeri atau penyelenggara yang menerima gratifikasi sebagaimana dalam ketentuan Pasal 12 B atau Pasal 12 C. "Karena belum diatur dalam perundang-undangan, dikaitkan dengan Pasal 1 ayat 1 KUHP yang diperlakukan pula dalam mengadili perkara-perkara korupsi, suatu perbuatan tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan perundang-undangan pidana yang telah ada," kata hakim Teguh.

Baca juga: KPK Bebaskan Bos Borneo Lumbung Energi dan Metal

Atas vonis bebas tersebut, penasihat hukum Samin menyatakan menerima putusan. Di sisi lain, jaksa KPK langsung menyatakan akan melakukan upaya hukum lebih lanjut. "Kami tim penuntut umum langsung menyatakan sikap, kasasi," ujar jaksa KPK Ronald Worotikan.

Samin sendiri irit bicara soal putusan majelis hakim. Saat ditanya tanggapannya mengenai vonis bebas, Samin singkat menjawab, "Senang dong." (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya