Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Juli 2021, Bea Cukai Tindak 14 Ribu Peredaran BKC Ilegal

M. Ilham Ramadhan Avisena
26/8/2021 13:39
Juli 2021, Bea Cukai Tindak 14 Ribu Peredaran BKC Ilegal
Ilustrasi(Antara)

DIREKTORAT Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan telah menindak 14 ribu kasus peredaran barang kena cukai (BKC) ilegal dengan nilai mencapai Rp12,5 triliun pada Juli 2021. Jumlah penindakan dan nilai tersebut mengalami kenaikan sekitar 50% dari periode yang sama di 2029.

Penindakan yang dilakukan DJBC mayoritas dilakukan terhadap BKC berupa rokok ilegal, sekitar 41% dari total penindakan. Lalu penindakan terhadap minuman keras sekitar 7%, narkoba7%, kendaraan 6%, dan sisanya merupakan jenis BKC lain.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani saat berdiskusi dengan awak media secara virtual, Kamis (26/8) mengatakan, jumlah penindakan BKC ilegal selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya.

"Penindakan khususnya yang memang menjadi tugas dari bea dan cukai juga semakin meningkat. Tahun 2018 sebanyak 18 ribu, 2019 21 ribu, dan 2020 di masa pandemi naik menjadi 21.900. Hampir 22 ribu tindakan yang kita lakukan untuk kegiatan barang ilegal," ujarnya.

Adapun nilai dari hasil penindakan itu yakni pada 2018 mencapai Rp11 triliun, 2019 mencapai Rp5,6 triliun, dan di 2020 mencapai Rp6,3 triliun. Askolani mengatakan, peningkatan jumlah penindakan merupakan hasil dari upaya yang dilakukan DJBC secara konsisten.

"Tentunya langkah-langkah tendensi ini akan menjadi basis kami untuk melakukan penindakan dari sisi kepabeanan dan cukai," jelasnya.

DJBC, kata Askolani, akan terus memperkuat langkah-langkah penindakan BKC ilegal di Tanah Air. Salah satunya dilakukan dengan operasi Gempur Rokok Ilegal. Kegiatan yang dimulai sejak 2017 itu merupakan langkah represif yang dilakukan berkala tiap tahunnya. 

Tujuan dari operasi Gempur tersebut bertujuan untuk menekan angka peredaran rokok ilegal. Biasanya kegiatan dilakukan di wilayah basis produksi rokok ilegal seperti Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Baca juga : KPK Usut Lelang Proyek di Pemkab Banjarnegara

Memberantas rokok ilegal dinilai menjadi penting lantaran dari kajian Universitas Gadjah Mada di 2020, peredaran rokok ilegal di Indonesia mencapai 4,8% dari total rokok yang beredar. Kendati lebih rendah dibanding Vietnam (23%) dan Singapura (13,8%), Indonesia tetap berupaya memberangus peredaran rokok ilegal.

"4,8% itu masih tinggi, kita terus lakukan (penindakan) untuk mengurangi seminimal mungkin. Harapan kita bahwa ini bisa menekan level di bawah 3%," terang Askolani.

Sembari melakukan penindakan, DJBC disebutnya juga gencar melakukan sosialisasi dan pembinaan agar produsen rokok ilegal berpindah ke jalur yang legal. Karena menurut Askolani, menjadi produsen rokok legal itu jauh lebih mudah. 

Upaya tersebut dilakukan dengan menggandeng berbagai pihak seperti TNI/Polri, pemda, hingga instansi lain yang memiliki kewenangan. "Dengan demikian kami harapkan bahwa langkah yg kami lakukan bisa memperkuat dan merapihkan kegiatan ekonomi menjadi lebih konsisten menjadi lebih legal," imbuh Askolani.

"Kedua, kita membantu memberantas penyelundupan daripada barang ilegal dari luar, dan ketiga kita membantu meningkatkan penerimaan negara, dan kermpat dari penerimaan negara ini nanti kita kembalikan kepada masyarakat dan pemda untuk membangun industri-industri yang memang melakukan kegiatan dari CHT (cukai hasil tembakau)," pungkas dia. (OL-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Baharman
Berita Lainnya