Headline

DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Rugikan Industri dan Negara, Komisi XI DPR Sebut Rokok Ilegal Musuh Bersama

Rahmatul Fajri
31/7/2025 19:47
Rugikan Industri dan Negara, Komisi XI DPR Sebut Rokok Ilegal Musuh Bersama
Pemusnahan rokok ilegal.(MI/Reza Sunarya)

ANGGOTA Komisi XI DPR RI Wihadi Wiyanto mengatakan upaya pemerintah melalui satuan tugas (Satgas) Rokok Ilegal menjadi langkah awal yang harus dikawal untuk penindakan rokok ilegal. Ia mengatakan rokok ilegal merupakan musuh bersama yang merugikan banyak pihak.

“Memang peredaran rokok ilegal ini mengganggu penerimaan negara dan juga di samping itu menggerogoti pabrik-pabrik rokok yang mereka patuh dalam membayar cukai. Kami mendorong Satgas Rokok Ilegal untuk bisa bekerja secepatnya, agar kontribusi terhadap penerimaan negara akan segera meningkat,” ujar Wihadi, melalui keterangannya, Kamis (31/7).

Wihadi menjelaskan berdasarkan data Bea Cukai, jumlah rokok ilegal yang berhasil ditindak hingga Mei 2025 mencapai 285,81 juta batang. Angka ini merupakan peningkatan 32% dibandingkan 2024. 

Jumlah yang semakin besar ini menimbulkan urgensi untuk penindakan lebih lanjut, yang tidak cukup hanya di hilir, tetapi juga harus menyasar hulu dari pabrik kecil tak berizin hingga jaringan distribusinya, termasuk penjualan digital yang makin marak.

Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) juga harus menjadi pertimbangan yang serius. Pada 2024 lalu, jumlahnya mencapai Rp216 triliun. Belum lagi, penyerapan tenaga kerja masih cukup tinggi dalam ekosistem industri hasil tembakau (IHT) yang turut melibatkan pekerja hingga petani. 

Ia mengatakan jika potensi kebocoran anggaran ini bertambah, bukan hanya keuangan negara yang dirugikan, tetapi juga industri legal dan pekerja yang terlibat di dalamnya. Politikus Partai Gerindra ini menegaskan pembentukan Satgas Rokok Ilegal harus melibatkan banyak pihak. Ia mengatakan pihak kepolisian dan TNI dari sisi pengamanan dan penindakan di lapangan, seta emerintah daerah sebagai salah satu pengawas produksi area rokok ilegal di daerah, berbagai lembaga negara seperti Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam rangka pemberantasan penjualan online rokok ilegal, serta masyarakat, melalui edukasi dan pelaporan partisipatif.

“Kalau rokok ilegal terus dibiarkan, pengusaha legal yang taat aturan akan terpukul, dan itu berdampak pada tenaga kerja juga. Kami akan terus mengawal kebijakan pengawasan cukai agar optimal, berkeadilan, dan berpihak pada industri yang patuh hukum serta masyarakat yang terlindungi,” kata Wihadi.

Ia mengatakan peningkatan rokok ilegal yang masuk ke pasar dengan harga jauh lebih murah karena tidak membayar cukai dan pajak ini bukan hanya merugikan masyarakat, melainkan industri dan negara. Di luar pentingnya penindakan terhadap peredarannya, pemerintah juga perlu memperhatikan regulasi yang disusun agar rokok ilegal tidak semakin mendapat ruang di masyarakat.

Wihadi menyebutkan bahwa keberadaan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) terkait pengendalian produk tembakau yang salah satunya mengatur tentang desain kemasan polos (plain packaging) justru bersifat kontraproduktif terhadap upaya pemberantasan rokok ilegal.

“Plain packaging yang diatur dalam RPMK Tembakau itu berpotensi membuka celah besar bagi rokok ilegal. Produk legal yang dibatasi secara desain justru akan lebih mudah ditiru oleh pelaku usaha ilegal. Regulasi seperti ini memang bertujuan untuk pengendalian konsumsi, tapi harus diimbangi dengan pendekatan fiskal dan pengawasan. Jangan sampai niat baik ini justru memperbesar pasar gelap,” ucap Wihadi.

Sementara itu, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi turut mengungkapkan bahwa pasal mengenai kemasan polos akan menyuburkan keberadaan rokok ilegal. Sebagai regulasi multisektor, RPMK Tembakau tidak bisa hanya dibahas dari sisi kesehatan semata, melainkan perlu melihat keterlibatan fiskal, industri, dan penegakkan hukum agar kebijakan tidak timpang dan membebani penerimaan negara akibat kebocoran cukai.

“Pada dasarnya, kalau ada RPMK sebenarnya tidak menjadi masalah, tetapi yang menjadi masalah ini kalau ada pasal penyeragaman kemasan, tulisan, dan warna, itu kami tidak setuju. Oke, pemerintah harus mengeluarkan aturan terkait kesehatan dengan beberapa hal, tetapi jangan terkait standardisasi kemasan. Rokok ilegal sudah menjadi pesaing yang luar biasa, sudah mengerus keberadaan rokok legal dan menjadikan persaingan tidak sehat. Penjualan rokok ilegal ini kejahatan extraordinary,” pungkasnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri yuliani
Berita Lainnya