Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Didorong dari Utang

 M. Ilham Ramadhan Avisena
01/8/2021 16:07
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Didorong dari Utang
Anggota Komisi XI DPR RI Jon Erizal.(Ist/DPR)

ANGGOTA  Komisi XI DPR RI Jon Erizal mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini didominasi dari utang yang dilakukan pemerintah. Itu karena target pendapatan negara yang disusun dalam APBN tak pernah tercapai.

"Pertumbuhan yang disampaikan (pemerintah) ke kita (DPR) itu implementasinya dari utang. Karena penerimaan kita tidak pernah tercapai. Itu dalam kondisi normal," ujarnya dalam webinar bertajuk Ekonomi Politik APBN, Utang dan Pembiayaan Covid-19, Minggu (1/8).

Namun dia menilai, pengadaan utang yang dilakukan pemerintah acap kali tak produktif dan tidak memberi dampak yang luas bagi perekonomian nasional. Hal itu terjadi lantaran dasar penganggaran yang digunakan pemerintah hanya menyasar pada prioritas.

Menurut Jon, program prioritas tak melulu berdampak langsung pada perekonomian. Sebab, sebagian program prioritas yang dimiliki pemerintah merupakan kebijakan jangka panjang.

Dia mengatakan, dasar penganggaran yang bisa memberi dampak tinggi pada perekonomian ialah menggunakan pendekatan produktivitas. Hal itu nantinya juga akan berpengaruh pada efektivitas pengadaan utang yang dilakukan pemerintah.

"Banyak hal yang tejadi itu menimbulkan utang besar untuk menutupi kebutuhan anggaran yang menurut saya tidak semua produktif. Jadi kalau prioritas, ya semua prioritas, tapi harus digunakan pendekatan pada produktivitas," ujar Jon.

Dia menambahkan, pemerintah mesti bisa mencari cara agar pengadaan utang memberi dampak nyata pada perekonomian. Bila tidak, kata Jon, itu dapat menjadi bumerang dan menimbulkan krisis ekonomi di Indonesia.

Apalagi pengadaan utang di masa pandemi Covid-19 mengalami peningkatan luar biasa. Setidaknya, terjadi kenaikan utang sekitar Rp1.000 triliun dari 2019 ke 2020. Jumlah utang bertambah lantaran pemerintah memiliki keterbatasan fiskal.

Jadi, beban pemerintah kian berat lantaran harus memenuhi kewajiban pembayaran utang pokok dan beban bunga utang. Padahal di 2023 pengambil kebijakan telah menetapkan agar defisit anggaran tidak lagi melebih 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Ini bagaimana caranya, sedangkan tahun ini (defisit) 5,7%, itu mustahil. Ini perlu menjadi diskusi, karena apa solusi atau cara pemerintah untuk mengantisipasi membuat defisit 3% atau dibawahnya," tutur Jon.

Lebih lanjut, dia menyampaikan, DPR saat ini tak bisa berbuat banyak lantaran hak budgeting telah dilimpahkan sepenuhnya ke tangan pemerintah. Hal itu merujuk dari Perppu 1/2020 yang kemudian disahkan menjadi UU 2/2020.

Jon menduga, pemerintah berniat untuk mengeluarkan Perppu baru yang menghendaki pelebaran defisit lebih dari 3% dengan periode yang lebih lama.

"Pada tahun 2023 itu duit dari mana? solusi sementara ini hanya satu, yaitu membuat perppu baru, jadi beban kepemimpinan berikutnya sangat luar biasa," terangnya.

Di kesempatan yang sama, Rektor Universitas Trilogi dan Guru Besar Ilmu Ekonomi FEB UGM Mudrajad Kuncoro menyampaikan, posisi utang pemerintah sebetulnya masih terkendali. Sebab dari tiga indikator pengadaan utang, dua diantaranya masih berada di bawah ambang batas yang ditetapkan Bank Dunia.

Tiga indikator tersebut yakni, pertama, Debt to Service Ratio (DSR), di mana ambang batas aman yang dikeluarkan Bank Dunia ialah 20% terhadap PDB. Sedangkan DSR Indonesia saat ini berada di level 26,7%.

Kedua, Debt to Export Ratio (DER) yang ambang batas amannya berkisar 130% hingga 220% terhadap PDB. Saat ini, kata Mudrajad, DER Indonesia cenderung aman lantaran berada di level 209% terhadap PDB.

Ketiga, Debt to GPD (DGDP) Ratio. Dalam hal ini, Indonesia juga berada di bawah ambang batas yang ditetapkan Bank Dunia di kisaran 50% hingga 80%. Saat ini DGDP Ratio Indonesia berada di angka 39,1%.

"Jadi kita memang relaitf aman, tapi dari DSR kita di atas ambang aman. Problem yang menurut saya menjadi titik kritis APBN, fiscal space kita terbatas dengan defisit anggaran yang meningkat," pungkas Mudrajad. (Mir/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya