Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
ANGGOTA Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai negara tidak boleh melupakan jasa 2.747 penyelenggara pemilihan umum (Pemilu) 2014. Terlebih bila negara sudah menjanjikan akan memberikan apresiasi.
"Negara mestinya mengapresiasi kontribusi penyelenggara pemilu periode sebelumnya terhadap jalannya demokrasi elektoral Indonesia. Sangat disayangkan kalau proses pencairan uang apresiasi penyelenggara Pemilu 2014 dibuat berlarut-larut," ujarnya kepada Media Indonesia, Senin (31/5).
Sebanyak 2.747 penyelenggara Pemilu 2014, mulai dari tingkat pusat hingga kabupaten/kota, belum menerima uang apresiasi. Padahal, negara, sesuai Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang Pemberian Uang Kompensasi/Penghargaan Bagi Ketua Dan Anggota Komisi Pemilihan Umum, Ketua Dan Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi, Dan Ketua Dan Anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota Sebagai Penyelenggara Pemilihan Umum Tahun 2009 menjanjikan akan memberi uang penghargaan Pemilu 2014, seperti yang diterima penyelenggara Pemilu 2009.
Baca juga: Negara Abaikan Hak 2.747 Penyelenggara Pemilu 2014
Rinciannya, Ketua KPU RI 2012-2017 berhak menerima Rp51.750.000 dan enam Anggota KPU RI masing-masing Rp45 juta. Ketua KPU Provinsi akan menerima Rp21,6 juta dan masing-masing anggotanya menerima Rp10,8 juta.
Jumlah keseluruhan penyelenggara pemilu di tingkat provinsi mencapai atau 34 provinsi dikali lima orang yakni 170 orang. Pada tingkat kabupaten/kota, nominal yang diterima mencapai Rp14,5 juta untuk ketua dan Rp10,8 juta untuk masing-masing anggota.
Sebanyak 514 KPU kabupaten/kota dikali 5 orang sehingga mencapa 2.570 orang. Jadi total seluruh penyelenggara pemilu yang menanti haknya itu mencapai 2.747 orang.
Titi mengatakan, fakta itu bisa dianggap sebagai perilaku tidak kompeten negara dalam melayani warga negara yang sudah berjasa baik dalam penyelenggaraan pemilu. Terlebih pelaksanaan pemilu Indonesia sangat berat, rigid, dan rumit.
"Maka menjadi sangat wajar apabila negara memberikan apresiasi kepada para penyelenggara yang sudah ikut menyukseskan pemilu Indonesia," terangnya.
Ia menilai pengabaian janji oleh negara yang telah dicatatkan dalam landasan hukum harus segera diakhiri.
"Betul. Ini bisa disikapi sebagai sikap acuh negara pada kontribusi penyelenggara pemilu dalam proses demokrasi Indonesa. Selain itu ini juga bisa dimaknai bahwa negara ingkar janji atas komitmennya sendiri," paparnya.
Menurut dia, negara tidak boleh terus menerus berpaling dari janjinya. Bila berlanjut bisa berdampak negatif terhadap psikologis penyelenggara pemilu berikutnya.
"Itu bukan tidak mungkin bisa berdampak pada menurunnya kepercayaan publik terhadap performa pemerintah kita," pungkasnya.
Sebelumnya, mantan Komisioner KPU RI 2012-2017 Hadar Nafis Gumay mengaku kecewa karena negara tidak kunjung memenuhi haknya. Yang mengenaskan lagi, banyak rekan-rekan seperjuangannya yang telah meninggal namun belum mendapatkan hak mereka tersebut.
"Tentu saya prihatin. Seharusnya pemerintah menjalankan tugasnya seperti apa yang diatur dalam regulasi dan memperhatikan warganya sekalipun mereka sudah tidak lagi dalam jabatannya. Uang penghargaan adalah hak mereka," ungkapnya.
Menurut dia, Ketua KPU 2012-2017 Arief Budiman sudah beberapa kali meminta penjelasan mengenai kewajiban negara yang belum dibayarkan itu. Misalnya dengan mengirim surat ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Kementerian Keuangan.
Ia mengaku miris karena negara seharusnya membayar uang itu tidak lama setelah perhelatan pesta demokrasi 2014. Sayangnya, hingga kini, hak itu belum kunjung didapatkan 2.747 penyelenggara pemilu 2014.
"Tentu rasa kecewa yang panjang. Sedihnya beberapa yang berhak, kemudian sudah meninggal," pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim mendesak pemerintah segera melunasi utang kepada 2.747 penyelenggara pemilu 2014. Hal itu merupakan kewajiban karena sudah digariskan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2015.
"Sudah terlalu lama ini, semoga bukan karena pemerintah lupa. Jangan juga beralasan negara tidak punya anggaran," serunya. (OL-1)
Kenaikan suara NasDem bersamaan dengan penggunaan sistem proporsional terbuka yang menguntungkan partai tersebut.
NasDem perlu memperluas basis dukungan di Jawa, menyasar pemilih kelas menengah bawah, dan menjangkau generasi muda.
PUTUSAN MK No.135/PUU-XXII/2024 memunculkan nomenklatur baru dalam pemilu.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengusulkan agar pemilihan gubernur dipilih oleh pemerintah pusat atau presiden, sementara kepala daerah bupati atau walikota dipilih melalui DPRD.
Titi menekankan DPR harus segera membahas RUU Pemilu sebab putusan MK tidak bisa menjadi obat bagi semua persoalan pemilu saat ini.
Taiwan menggelar pemilu recall untuk menentukan kendali parlemen.
Perkara yang masuk ke DKPP tidak semua dapat ditindaklanjuti sebab tidak cukup bukti.
JPPR menghimbau penyelenggara pemilu untuk mempersiapkan sumber daya manusia penyelenggara dan logistik pemilihan sesuai kebutuhan untuk pemungutan suara ulang atau PSU di 5 daerah
KETUA Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menjelaskan pihaknya akan mengupayakan anggaran sebesar Rp700 miliar untukĀ PSU di 24 daerah.
Ia menyebutkan nama penyelenggara pemilu ad hoc PPK sebanyak 16 orang yang telah dinyatakan terbukti melanggar kode etik.
DKPP selalu merespon cepat pengaduan pelanggaran kode etik penyelengara pemilu dengan cepat.
KOMITE Independen Pemantau Pemilu (KIPP) menyoroti pelanggaran Pilkada 2024 yang terjadi jelang maupun saat hari pemungutan suara. Salah satu pelanggaran itu adalah praktik politik uang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved