Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
RANGKAIAN sidang jaksa Pinangki Sirna Malasari akan segera berakhir menyusul pembacaan putusan oleh majelis hakim yang diagendakan berlangsung Senin (8/2).
Hakim diminta tidak perlu menjadikan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai patokan dalam menjatuhkan vonis terhadap terdakwa kasus dugaan gratifikasi pengurusan fatwa di Mahkamah Agung itu.
"Karena tuntutannya 4 tahun, bukan berarti hakim harus berpatokan pada tuntutan jaksa," ujar pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar kepada Media Indonesia, Sabtu (6/2).
Menurutnya, kenyataan bahwa Pinangki merupakan aparat penegak hukum dapat menjadi faktor yang memberatkan bagi hakim dalam menjatuhi putusan.
Sebagai seorang jaksa, lanjut Fickar, harusnya Pinangki bisa menjadi contoh bagi masyarakat. Oleh sebab itu, Fickar menilai Pinangki pantas dijatuhi hukuman maksimal.
"Majelis hakim bisa dan boleh karena kebebasannya menjatuhkan putusan yang lebih berat dan pantasnya Pinangki dihukum antara 15 sampai dengan 20 tahun hukuman penjara maksimal bagi tindak pidana korupsi," terang Fickar.
Dalam perkara yang menjeratnya, Pinangki didakwa melakukan tiga perbuatan. Pertama, menerima pemberian US$500 ribu dari terpidana korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Tjandra untuk mengurus fatwa di MA, melakukan tindak pidana pencucian uang, dan melakukan permufakatan jahat bersama Joko Tjandra dan Andi Irfan.
Jauh sebelum Pinangki, masyarakat juga pernah dihebohkan dengan perbuatan oknum jaksa Urip Tri Gunawan. Pada 2008, ia tertangkap tangan oleh KPK dalam kasus suap US$660 ribu terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBLI). Vonis terhadap Urip merupakan preseden baik terhadap penegak hukum dalam pusaran korupsi.
Di tingkat pertama, JPU menuntut Urip dengan hukuman 15 tahun penjara. Namun, majelis hakim yang saat itu diketuai oleh Teguh Hariyanto memvonis Urip pidana penjara 20 tahun dan denda Rp500 juta. (OL-8)
"Nanti kalau sudah ranah penyidikan baru kita bisa mengetahui. Biar penyidik yang menjelaskan," ujar Kadiv Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono di Mabes Polri, Kamis (16/7).
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi NasDem Eva Yuliana mengapresiasi Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis yang dengan tegas menindak lanjuti laporan adanya oknum polisi terkait dengan Joko Tjandra.
MAKI meyakini buronan bernama lengkap Joko Soegiarto Tjandra ini masih berada di Kuala Lumpur, Malaysia.
Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri telah menetapkan eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo sebagai tersangka
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono menegaskan bahwa Joko Tjandra memang menaiki pesawat yang memang disewa polisi untuk kembali ke Jakarta dari Malaysia.
Tim penyidik Polri akan memeriksa Joko untuk mengetahui motif dan cara Joko bepergian di Indonesia dengan menggunakan surat jalan yang pembuatannya dibantu Brigjen Prasetijo Utomo.
Setelah Bareskrim Polri menjeratnya dalam dua perkara, giliran Kejaksaan Agung menetapkan ‘Joker’ sebagai tersangka.
Jefri mengatakan, putusan atas Pinangki itu menjadi kemunduran pemberantasan korupsi di Indonesia.
Kejagung akan memastikan apakah Jaksa Pinangki menemui Joko Tjandra diikuti praktik pelanggaran hukum atau tidak
Bareskrim Polri berencana menetapkan tersangka kasus tindak pidana korupsi terkait Joko Tjandra, minggu depan.
Polisi bakal mengonfrontasi keterangan mantan pengacara Joko Tjandra, Anita Kolopaking, dengan tersangka Brigjen Prasetijo Utomo.
Tim penyidik telah memeriksa Jaksa Pinangki, pengacara Anita Kolopaking, dan Joko Tjandra. Ketiganya masih berstatus sebagai saksi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved