Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Sepanjang 2020, 65 Terpidana Korupsi Ajukan PK

Candra Yuri Nuralam
24/1/2021 11:00
Sepanjang 2020, 65 Terpidana Korupsi Ajukan PK
Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri.(MI/Susanto)

SEBANYAK 65 terpidana korupsi berbondong-bondong mengajukan peninjauan kembali (PK) sepanjang 2020. Mereka semua mengajukan PK dengan harapan mendapatkan keringanan hukuman.

"Para narapidana korupsi ini mengajukan upaya hukum luar biasa dengan berturut-turut sehingga jumlahnya kurang lebih kalau 2020 tadi ada 65 napi korupsi," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri dalam telekonferensi, Sabtu (23/1).

Ali mengatakan pengajuan PK sepanjang 2020 paling ramai pada Agustus sampai September. Persidangan PK, hingga kini, masih banyak yang berlangsung.

Baca juga: KPK Selidiki Pengembalian Uang Proyek Jembatan di Kabupaten Kampar

Ali mengaku bingung dengan fenomena narapidana korupsi beramai-ramai mengajukan PK. Lebih anehnya lagi, kata Ali, banyak narapidana korupsi yang mengajukan PK setelah putusan sidang tingkat pertama.

"Belakangan itu ramai-ramai para napi ini menerima putusan di tingkat pertama atau Pengadilan Tipikor, kemudian eksekusi, beberapa bulan kemudian, ini hitungannya yang menarik juga di bulan itu mereka mengajukan upaya hukum luar biasa melalui PK," ujar Ali.

Menurut Ali, PK seharusnya baru bisa diajukan setelah melalui pengadilan tingkat banding, dan kasasi. Ali mengaku heran dengan para narapidana yang mengajukan PK tanpa melalui sidang banding dan kasasi.

Selain heran dengan tindakan itu, KPK juga menyayangkan beberapa hukuman korupsi berhasil 'disunat' dalam sidang PK. Lembaga Antikorupsi itu menilai pemotongan hukuman narapidana korupsi bisa menghilangkan efek jera.

Namun, KPK tidak bisa berkata banyak dengan pemotongan hukuman itu. Pasalnya, kata Ali, putusan perkara PK ada di tangan hakim.

"Karena kembali lagi ada independensi hakim ketika menjatuhkan putusan," pungkas Ali. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik