Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Korupsi Satelit di BIG Dinilai Bisa Halangi Penegakan Hukum

Candra Yuri Nuralam
21/1/2021 07:08
Korupsi Satelit di BIG Dinilai Bisa Halangi Penegakan Hukum
Tersangka Muchamad Muchlis (kiri) dan Priyadi Kardono dikawal petugas Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (20/1/2021).(MI/M Irfan)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengutuk tindakan korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) pada Badan Informasi Geospasial (BIG) bekerjasama dengan LAPAN tahun 2015. Korupsi satelit dinilai bisa halangi penegakan hukum.

"Foto citra satelit resolusi tinggi bisa menjadi dasar untuk penerbitan izin dan penegakan hukum terkait dengan pelanggaran tata ruang wilayah," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/1).

Lili mengatakan pengadaan citra satelit penting untuk pembangunan tata ruang dan lingkungan di Indonesia. Negara butuh satelit yang bisa mendapatkan foto tata ruang uang bagus demi kelancaran pembangunan tata ruang dan lingkungan.

"Sudah sepatutnya pengadaannya dilakukan dengan penuh integritas dan sesuai dengan aturan yang berlaku," ujar Lili.

Korupsi satelit itu dinilai bisa membuat penghitungan lokasi pembangunan tata ruang salah. Rasuah dalam kasus ini dinilai berbahaya untuk pembangunan negeri. Lili meminta korupsi seperti ini berakhir di BIG. Lembaga Antikorupsi itu menegaskan tidak segan menindak siapapun jika berani korupsi dengan metode serupa.

"Setiap penggunaan anggaran negara adalah untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat. Bukan untuk kepentingan pribadi," tegas Lili.

Kepala Badan Informasi Geospasial tahun 2014-2016 Priyadi Kardono, dan Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara (Kapusfatekgan) Lapan tahun 2013-2015 Muchamad Muchlis ditetapkan sebagai 
tersangka dalam kasus ini. Kedua orang itu diduga berkomplot untuk melakukan rekayasa yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa saat mengajukan CSRT di BIG. Kedua orang itu juga mengumpulkan beberapa pihak terkait di Lapan, PT Ametis Indogeo Prakarsa, dan PT Bhumi Prasaja yang merupakan calon mitra pengadaan CSRT di BIG. Pertemuan itu berlangsung sebelum proyek dimulai.

baca juga: Kasus Citra Satelit BIG Rugikan Negara Rp179 Miliar

Priyadi, dan Muchlis meminta pihak yang ditemuinya untuk menyusun kerangka acuan kerja (KAK) untuk memulai pelaksanaan CSRT yang dilakukan dua perusahaan mitra. Kerangka acuan itu diperlukan untuk mengunci spesifikasi peralatan CSRT yang dibutuhkan BIG. Kedua tersangka itu juga memerintahkan anak buahnya melakukan pembayaran tanpa melewati aturan yang berlaku. Tiap pembayaran tidak dilengkapi dokumen administrasi serah terima, dan proses Quality Control (QC).

Atas tindakan dua orang itu negara ditaksir merugi Rp179,1 miliar. Kasus ini sudah masuk tahap penyidikan sejak September 2020. Kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya