Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Jaksa Pinangki Dituntut Empat Tahun Penjara

Tri Subarkah
11/1/2021 20:23
Jaksa Pinangki Dituntut Empat Tahun Penjara
Jaksa Pinangki Sirna Malasari.(ANTARA/Sigid Kurniawan)

TERDAKWA kasus dugaan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Pinangki Sirna Malasari dituntut pidana penjara empat tahun. Jaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut memutus Pinangki bersalah.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Doktor Pinangki Sirna Malasari dengan pidana penjara selama empat tahun penjara dikurangi selama terdakwa dalam masa tahanan," kata JPU Yanuar Utomo di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/1).

Selain itu, JPU juga meminta majelis hakim menjatuhkan pidana denda terhadap Pinangki sebesar Rp500 juta. Bila ia tidak bisa membayar, diganti dengan pidana selama enam bulan kurungan.

JPU menilai Pinangki telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11 UU Pemberantasan Tpikor, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dan Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.

Dalam merumuskan tuntutannya, JPU mempertimbangkan pekerjaan Pinangki yang notabene aparat penegak hukum sebagai hal yang memberatkan. Pinangki juga dinilai tidak mendukung upaya pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

"Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, terdakwa masih punya anak yang masih berusia empat tahun," terang Yanuar.

Dalam perkara ini, Pinangki dinilai berperan dalam mengurus fatwa MA melalui Kejaksaan Agung agar pidana dua tahun penjara buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi.

Setidaknya, mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan Dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung itu melakukan tiga kali pertemuan dengan Joko Tjandra pada November 2019 di Kuala Lumpur, Malaysia. Pertemuan pertama dilakukan bersama pengusaha bernama Rahmat. Saat itu, Pinangki mengenalkan dirinya sebagai jaksa yang mampu mengurusi upaya hukum Joko Tjandra.

Berikutnya, Pinangki dan Rahmat datang lagi ke Kuala Lumpur bersama Anita Kolopaking yang dikenalkan kepada Joko Tjandra sebagai pengacara. Pada pertemuan terakhir, Pinangki mengajak Anita dan pihak swasta bernama Andi Irfan Jaya. Dalam pertemuan tersebut, Pinangki dan Andi Irfan menyerahkan rencana aksi (action plan) kepada Joko Tjandra.

JPU menjelaskan Pinangki telah menerima uang muka sebesar US$500 ribu dari US$1 juta yang telah dijanjikan Joko Tjandra. Sebanyak US$50 ribu di antaranya diserahkan kepada Anita sebagai biaya jasa hukum (legal fee) Joko Tjandra.

Dari US$450 ribu yang diperoleh, JPU mengatakan Pinangki telah menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dari hasil tindak kejahatan korupsi. Uang tersebut antara lain digunakan Pinangki untuk ditukarkan ke dalam rupiah, membeli satu mobil BMW X5, pembayaran sewa apartemen dan dokter kecantikan di Amerika Serikat, pembayaran kartu kredit, maupun membayar sewa dua apartemen di Jakarta.

Selain itu, Pinangki dinilai telah melakukan permufakatan jahat untuk memberi hadiah atau janji berupa US$10 juta kepada pejabat di Kejagung dan MA guna mengurus fatwa MA agar Joko Tjandra dapat terlepas dari hukuman dua tahun penjara. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya