Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pendekatan Kebudayaan Sangat Urgen

Dhika Kusuma Winata
11/1/2021 00:40
Pendekatan Kebudayaan Sangat Urgen
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Willy Aditya.(MI/MOHAMAD iRFAN)

DPR RI telah mengagendakan pembahasan revisi Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua. Pemerintah ataupun parlemen telah memberikan sinyal dana otsus Papua akan dilanjutkan. Akan tetapi, sejumlah pihak memandang skeptis tentang efektivitas otsus.

Lalu Bagaimana rencana pembahasan UU Otonomi Khusus (Otsus) Papua di DPR? Wartawan Media Indonesia berhasil mewawancarai Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Willy Aditya mengenai hal tersebut.

Berikut petikan hasil wawancaranya.

 


Bagaimanana rencana pembahasan UU Otonomi Khusus (Otsus) Papua di DPR?

DPR sudah menerima (surpres), tapi belum didistribusikan (drafnya). Belum ditentukan apakah akan dibahas di pansus (panitia khusus) atau di Komisi II.

 

Revisi itu rencananya akan menaikkan anggaran otsus semula 2% dari plafon dana alokasi umum (DAU) menjadi 2,25%?

Saya melihat bukan hanya masalah anggaran. Hal yang paling menarik bagaimana melihat Papua bagian yang tak terpisahkan, baik dari rakyat Papua maupun rakyat Indonesia, dan itu harus resiprokal. Fraksi NasDem melihat pendekatan kebudayaan atau soft power approach itu menjadi sangat urgen di Papua. Bagaimana Papua bisa menjadi episentrum pembangunan SDM (sumber daya manusia). Namun, tidak hanya berhenti di sana.

 

Pembangunan SDM yang seperti apa?

Kita harus melihat proses pembangunan SDM itu dalam beberapa hal. Misalnya, bagaimana kemudian mengembangkan sekian banyak perguruan tinggi dan laboratorium di Papua. Olahraga dan musik juga luar biasa di sana. Papua juga tidak kalah dalam hal-hal seperti itu. Harusnya memang kebudayaan itu yang dipromosikan secara terus-menerus. Jadi, melihat Papua harus dalam perspektif seperti itu.

 

Apa yang dibutuhkan?

Kita lihat kemudian nasionalisme kita ini kan ialah nasionalisme yang kosmopolitan. Kita yang harus menjadi contoh dalam mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan yang tidak diskriminatif.

 

Sejauh ini, berkembang aspirasi agar Papua memiliki kewenangan dalam pengelolaan SDA. Apakah akan diakomodasi?

Perlu dirembukkan bareng-bareng, harus melalui dialog. Papua tanah yang kaya, tapi tidak hanya Papua yang memiliki kekayaan. Kita lihat Aceh juga sama, tapi ada daerah-daerah lain yang miskin. Proses itu yang penting kita lihat bersama-sama. Memang ada pengecualianpengecualian karena namanya juga otonomi khusus, tapi kekhususan itu harus diletakkan dalam proses dialog. Modal utama republik ini dialog. Jadi, dialog itu yang perlu dikedepankan.

 

Masalah pembangunan dan kemanusiaan di Papua selalu berpolemik, bisakah itu teratasi?

Pro dan kontra itu sebuah keniscayaan, jadi enggak usah terjebak seperti itu. Yang penting prosesnya terbuka, akuntabel, dan demokratis. Basisnya dialog, itu yang kita kedepankan. Jadi prosesnya tidak kemudian meromantisasi, tapi meletakkannya sebagai komitmen bersama. (Dhk/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya