Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PEMBENTUKAN Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat diapresiasi. Pembentukan tim merupakan upaya pemerintah memperpendek birokrasi demi menyelesaikan seluruh persoalan di ‘Bumi Cenderawasih’.
“Tidak usah lagi membentuk badan-badan baru, tinggal implementasinya seperti apa, dilaksanakan secara komprehensif dan tepat sasaran,” kata Ketua Forum Komunikasi dan Aspirasi MPRI untuk Papua Yorrys Raweyai dalam diskusi daring, Sabtu (5/12).
Yorrys menuturkan ada dua hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan Papua. Pertama, pembinaan implementasi dana otonomi khusus (otsus) di luar anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
“Untuk pembangunan secara keseluruhan di Papua itu, harus ada pembinaan-pembinaan, pendamping sehingga ada ‘rasa’ Papua itu yang akan terasa,” ucap dia.
Kedua, mengoptimalkan otsus untuk afirmasi dan memproteksi orang asli Papua. Di antaranya ialah pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan ekonomi kerakyatan.
Contoh infrastruktur membangun dan membuka isolasi dari kampung-kampung ke kota. Sementara itu, ekonomi kerakyatan berbasis perekonomian lokal.
“Empat hal ini yang kemudian pemerintah secara struktural itu melakukan pendampingan baik dari Bappenas serta pemerintah dan pengawasan oleh kita semua,” ujar dia.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebenarnya menyadari gap persepsi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat Papua terkait dengan otsus Papua. Pemerintah perlu menyamakan persepsi dengan rakyat Papua.
“Kami Bappenas selalu mendorong di internal pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang dalam bahasa kami yang ‘rasa’ Papua, konteks Papua,” kata Kepala Pusat Analisis Kebijakan dan Kinerja Bappenas Velix Vernando Wanggai.
Dia mengungkapkan Bappenas telah meyakinkan kementeriankementerian untuk melakukan pendekatan yang lebih spesifik dan lebih berkarakteristik Papua. Ia mencontohkan kebijakan lima tahun untuk Papua 2015-2019 dan dilanjutkan 2020-2024.
“Ada pendekatan berbasis wilayah adat, ini mengadopsi pendekatan moral yang menjadi pegangan juga untuk Pemerintah Provinsi Papua,” ucap Velix.
Velix menjelaskan pihaknya mencoba mengakomodasi pendekatan kultural dalam struktur pendekatan wilayah. Itu termasuk baik pendekatan sosial terhadap masyarakat Papua di wilayah pegunungan, wilayah pantai, maupun daerah selatan.
Tidak menyelesaikan
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rosita Dewi justru menyoroti pelaksanaan otsus Papua selama 20 tahun. Ia menilai otsus tak menyelesaikan akar persoalan di ‘Bumi Cenderawasih’. Itu disebabkan evaluasi otsus berjalan parsial.
“Pemprov Papua sendiri melakukan evaluasi kemudian dari Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) melakukan evaluasi. Jadi, ada evaluasi-evaluasi, tapi tidak secara menyeluruh,” katanya.
LIPI menyimpulkan ada empat akar persoalan di Papua. Persoalan diskriminasi, penggagalan pembangunan, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dan persoalan politik dan implementasi sejarah Papua.
Rosita menegaskan evaluasi parsial tak akan menyelesaikan empat akar persoalan tersebut. Itu disebabkan ada gap perspektif dalam melihat dan menyelesaikan persoalan di Papua. (Medcom.id/P-1)
Tanggung jawab yang melekat pada para pemimpin daerah hasil Pilkada di Pulau Papua adalah untuk kesejahteraan rakyat.
Dia mendesak hal ini karena sudah terlalu lama terjadi kekosongan Anggota MRP, padahal keberadaan lembaga ini sangat strategis. Apalagi dalam rangka Pemilihan Umum 2024.
ANGGOTA DPR Provinsi Papua Boy Markus Dawir mendesak Menteri Dalam Negeri untuk segera melantik anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) terpilih periode 2023-2028.
Perubahan UU Otsus juga diterbitkan seperangkat peraturan pemerintah dan peraturan presiden sebagai penjabaran dari UU No 2 Tahun 2021.
Menurut Mahkamah, perubahan UU Otsus Provinsi Papua dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum, melindungi, menjunjung harkat martabat dan melindungi hak dasar orang asli Papua
"Kami punya satu UU payung hukum yang besar adalah UU Otsus maka ada lex spesialis itu yang harus menjadi patokan kita di Papua."
PEMENUHAN kebutuhan esensial anak usia dini harus terus dimaksimalkan. Kebutuhan esensial anak usia dini yakni meliputi asupan gizi, pendidikan, dan pola asuh yang tepat.
Fase ini meletakkan fondasi yang kokoh bagi kesehatan, kemampuan belajar, kesejahteraan secara keseluruhan, bahkan potensi penghasilan mereka di masa depan.
Di tengah pengalaman multisensori tersebut, KAPPI menghadirkan 3 jenis kopi unggulan yakni Kopi Mandheling dari Sumatra Utara, Kopi Toraja dari Sulawesi Selatan dan Kopi Bali Kintamani.
Penanganan bencana tidak bisa diselesaikan dengan cara yang sama antara korban laki-laki, perempuan dan disabilitas.
Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan penambahan anggaran pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) bakal membuat perekonomian Indonesia tumbuh tinggi.
Program MBG akan berdampak besar pada pembentukan pola kebiasaan makan masyarakat hingga akhirnya bisa memberikan dampak positif bagi kesehatan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved