Headline

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia

Fokus

MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan

Pembahasan Regulasi TNI Tangani Terorisme Harus Secara Hati-Hati

Cahya Mulyana
29/10/2020 10:04
Pembahasan Regulasi TNI Tangani Terorisme Harus Secara Hati-Hati
Prajurit TNI AD berada di samping sepeda motor mereka saat mengikuti Apel Gelar Pasukan TNI di Lapangan Benteng, Medan, Sumatra Utara.(ANTARA/Irsan Mulyadi)

PEMERINTAH dan DPR RI tengah mengkaji rancangan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai pelibatan TNI dalam penanganan terorisme. Proses itu mesti dilakukan secara rinci dan penuh kehati-hatian supaya tidak keluar dari payung hukum yang sudah ada.

"Harus ada batasan jelas bagi TNI jika dilibatkan dalam penanganan terorisme. Kami di Papua punya pengalaman yang berbekas dan menimbulkan trauma akibat tindakan aparat yang melampaui batas," kata Akademisi Program Studi Hubungan Internasional, Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung, dalam diskusi bertajuk Pelibatan TNI Dalam Penanganan Aksi Terorisme, melalui keterangan resmi, Kamis (29/10).

Menurut dia, bakal aturan pelibatan TNI perlu didukung guna meningkatkan efektivitas penanggulangan terorisme. Namun, kewenangan TNI harus sesuai aturan perundang-undangan, khususnya UU TNI.

Baca juga: BNPT Ingatkan untuk Siaga Hadapi Ancaman Terorisme

"Kami mendukung dengan catatan perlu dibatasi, sebagai perbantuan dan bukan kegiatan operasi yang permanen,” urainya.

Marinus menyatakan pembahasan rancangan Perpres harus terbuka atas masukan dari berbagai pihak, termasuk dari masyarakat Papua.

Operasi pemberantasan terorisme melibatkan TNI bila mengindahkan kehati-hatian akan menimbulkan masalah karena doktrin membunuh atau dibunuh, kill or to be killed.

Ia juga mengingatkan perbantuan TNI harus melibatkan satuan organik lokal. Karena, berdasarkan pengalaman di Papua, banyak kekerasan dilakukan nonorganik lokal karena tidak memahami pendekatan yang tepat di tengah masyarakat.

"Mekanisme pelibatan harus berdasarkan eskalasi ancaman yang melampaui kapasitas kepolisian (beyond police capacity), diputuskan oleh presiden untuk menguatkan peran otoritas sipil, diatur dengan jelas batasan waktu dan ruang lingkup perbantuannya," tegasnya.

Diskusi yang digelar secara daring yang diselenggarakan MARAPI Consulting & Advisory dengan Program Studi Hubungan Internasional-FISIP Universitas Cenderawasih, Papua itu juga menghadirkan Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani.

Ia mengatakan Komisi III DPR masih melakukan pengkajian terhadap Rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam menangani aksi terorisme.

"Kami memandang perlu masukan dari pemangku kepentingan sebanyak mungkin masukan agar Perpres ini sesuai dengan aspirasi masyarakat,” katanya.

Asrul mengingatkan politik hukum Indonesia telah menetapkan terorisme dalam ranah tindak pidana yang berbasis pada sistem penegakan hukum pidana yang terintegrasi (integrated criminal justice system), bukan sistem militer atau sistem keamanan internal (Homeland security).

Dengan demikian, yang harus dirumuskan adalah pelibatan TNI dalam konteks yang seperti apa dan kerangka kebijakan yang bagaimana.

“Kami menginginkan pelibatan TNI yang proporsional dalam pencegahan, berada di bawah koordinasi BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Intinya kita harus berhati-hati agar tidak memberikan cek kosong yang melanggar Undang-undang,” pungkasnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik