Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

PSHK UII Akan Ajukan Uji Formil dan Uji Materiil UU Cipta Kerja

Agus Utantoro
06/10/2020 10:21
PSHK UII Akan Ajukan Uji Formil dan Uji Materiil UU Cipta Kerja
Buruh berdemo menentang pengesahan RUU Cipta Kerja di di kawasan EJIP , Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (5/10/2020)).(ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

PUSAT Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) Universitas Islam Indonesia dalam kajiannya menemukan pasal-pasal dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja berpotensi mereduksi hak otonomi daerah yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi.

"Ini jelas bertentangan dengan UUD 1945," kata Direktur PSHK FH UII Allan FG Wardhana, Selasa (6/10).

Dalam keterangan tertulis diterima mediaindonesia.com, Selasa (6/10), Allan mengungkapkan kewenangan pemerintah kabupaten/kota atau provinsi antara lain, akan hilangnya kewenangan daerah memproses dan menerbitkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) dan izin lingkungan.

"Juga hilangnya konsultasi penentuan wilayah potensial minyak dan gas bumi," katanya. 

Ia mengungkapkan pula, karena undang undang tersebut, kewenangan daerah baik kabupaten/kota maupun provinsi di bidang ketenagalistrikan. Menurut Allan, pasal-pasal dalam undang undang yang baru ini juga mereduksi prinsip perekonomian nasional yang berkelanjutan berwawasan lingkungan (environmental sustainabe development) sebagaimana yang diatur pasal 33 ayat (4) UUD 1945 serta mereduksi jaminan konstitusional setiap orang untuk mendapat lingkungan hidup yang baik.

"Daerah juga akan menghadapi hilangnya hak memberikan persetujuan kawasan ekonomi khusus," tambah Allan.

Sejumlah masalah lain yang muncul dari terbitnya undang undang ini antara lain hapusnya izin usaha perkebunan dengan mekanisme amdal, analisis dan menejemen risiko hasil rekayasa genetik, menanggulangi kebakaran dan hapusnya  batas ketentuan minimum 30% kawasan hutan yang harus dipertahankan untuk Daerah Aliran Sungsi (DAS) dan/atau pulau. 

"Sehingga, kawasan hutan dapat dipergunakan untuk kegiatan berusaha yang mengabaikan upaya pelestarian lingkungan hidup," ungkapnya.

Pasal-pasal dalam undang undang tersebut, lanjutnya juga mereduksi hak setiap orang untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan adil dan  layak dalam hubungan kerja sebagaimana yang diatur pasal 28D UUD 1945. 

"Ini terlihat diantaranya upah minimum tidak lagi diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak tetapi berdasarkan kondisi pertumbuhan dan inflasi ekonomi daerah serta ketenagakerjaan, kenaikan pengaturan jam lembur kerja, mengilangkan ketentuan istirahat panjang yang sebelumnya diatur secara ketat serta mengubah ketentuan uang pesangon dan uang penghargaan menjadi lebih tidak proporsional dan tidak berkeadilan," imbunya.

Karena itu, lanjutnya, PSHK UII akan melakukan langkah konstitusional melalui uji formil dan uji materiil UU Omnibus Law Cipta Kerja ke Mahkamah Konttitusi dan mendesak Presien Joko Widodo untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang yang membatalkan berlakuknya UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Sementara Pengurus Pusat PKBTS (Pengurus Pusat Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa) mengritisi pasan 65 UU Omnibus Law Cipta Kerja yang menyatakan bahwa pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal ini, kata Ketua Umum PKBTS Ki Cahyono Agus, sama saja menempatkan pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan. Dalam suratnya yang disampaikan kepada Presiden RI, Ki Cahyono Agung menyatakan, PP PKBTS terkejut dengan masih munculnya paragraf 12 pasal 65 yang mengatur mengenai perizinan sektor pendidikan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU Cipta Kerja.

"Keberadaan pasal ini sama saja dengan menempatkan pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan untuk mencari keuntungan, mengingat, sesuai dengan pasal 1 huruf d UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, mendefinisikan usaha sebagai setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba," ujarnya.

baca juga: Menko Perekonomian : RUU Cipta Kerja Pasti Lindungi Pekerja

Atas dasar pertimbangan tersebut, ujarnya PP PKBTS menyampaikan masukan dan sekaligus menyampaikan sikap bahwa sebaiknya pendidikan tidak ditempatkan sebagai komoditas yang diperdagangkan karena hal itu jelas-jelas bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945, bahwa salah satu tujuan negara adalah untuk mencerdaskan bangsa, dan pasal 31 UUD 1945 bahwa pendidikan itu hak setiap warga.

"Sidang Paripurna DPR RI tetap mengesahkan hal tersebut, maka kami akan memperjuangkan melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi," katanya dalam surat  kepada Presiden. (OL-3)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya