Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Golput Jadi Pilihan Logis

Indriyani Astuti
28/9/2020 05:37
Golput Jadi Pilihan Logis
Komisioner KPU Kota Blitar Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi Ninik Solikhah (tengah) menunjukkan hasil pindai KTP(ANTARA /IRFAN ANSHORI)

DIREKTUR Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan salah satu konsekuensi pemerintah tetap melanjutkan Pilkada 2020 ialah rendahnya partisipasi masyarakat dalam memberikan hak suara (golput).

Berdasarkan survei yang dilakukan lembaganya pada Juli 2020, 65% warga secara nasional mengharapkan adanya penundaan pilkada. Menurutnya, akan semakin banyak masyarakat yang setuju terhadap penundaan pilkada ketika survei dilakukan menjelang hari pemungutan suara yang jatuh pada 9 Desember 2020.

“Saya menduga angkanya (masyarakat yang setuju pilkada ditunda) akan lebih tajam kalau kita lakukan survei pada hari-hari terakhir seiring dengan permintaan Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan organisasi Islam lainnya. Tetapi, kalau keputusan politik tetap diambil dengan asumsi meningkat permintaan penundaan, itulah sumber golput terbesar,” paparnya dalam diskusi terkait dengan pilkada yang diselenggarakan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) di Jakarta, kemarin.

Menurut Burhanuddin, menurunnya angka partisipasi masyarakat antara lain disebabkan kekhawatiran terhadap risiko penularan. Ia pun setuju pandemi dan pilkada merupakan dua hal yang berlawanan dan tidak bisa disatukan. Di satu sisi pilkada mendorong adanya partisipasi aktif dari masyarakat semaksimal mungkin. Di sisi lain, pandemi menuntut masyarakat untuk menghindari kerumunan dan melakukan kegiatan dari rumah. “Karena musuh dalam penanggulangan pandemi ialah kerumunan. Dua hal ini tidak bisa disatukan.’’

Selain itu, Burhanuddin menuturkan politik uang saat pilkada kali ini akan melonjak puluhan persen jika dibandingkan dengan tahun lalu. Hal itu didasarkan survei pada Juli 2020 saat pandemi. Pada Pilkada 2018, toleransi politik uang rata-rata per wilayah 45%, pada pilkada kali ini diperkirakan angka itu meningkat setidaknya 60% masyarakat permisif terha-
dap politik uang.

Menurutnya, masyarakat akan menganggap politik uang sebagai praktik yang wajar ketika kebutuhan meningkat. Uang sekecil apa pun menjadi sangat penting untuk menyelamatkan hidup masyarakat di tengah tekanan ekonomi.

“Calon dihadapkan pada politik uang yang demand (tuntutan)nya tinggi,” paparnya.

Harus koalisi

Direktur Eksekutif Yayasan Perludem Khairunnisa Nur Agustyati menuturkan, untuk menjadi calon kepala daerah/ wakil kepala daerah, partai politik ketika mengusulkan calon harus memenuhi syarat minimal dukungan 20% kursi DPRD atau 25% suara dari pemilu sebelumnya.

Karena itu, imbuh Khairunnisa, tidak jarang banyak partai politik harus berkoalisi untuk mengusulkan bakal calon dalam pilkada.

“Dengan syarat seperti ini, sebagian besar parpol harus berkoalisi. Perempuan yang sudah mendapatkan tiket dari
partainya bisa saja tidak jadi maju dalam pilkada karena partai koalisi mempunyai calon lain,’’ tambahnya.

Dengan dasar itu, ia mendorong partai melakukan internalisasi dan membuka jalan bagi perempuan untuk duduk dalam jabatan eksekutif dan legislatif. Tantangan serupa juga dihadapi perempuan yang ingin maju melalui jalur independen. ‘’Tidak mudah bagi perempuan mengumpulkan dukungan yang banyak dikaitkan dengan hambatan finansial serta budaya patriarki yang condong melihat kepem- pimpinan dikaitkan dengan laki-laki,’’ imbuhnya. (P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya