Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Komisi II DPR Pertimbangkan Jeda Waktu Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada untuk Tekan Angka Golput

Devi Harahap
03/12/2024 17:37
Komisi II DPR Pertimbangkan Jeda Waktu Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada untuk Tekan Angka Golput
Ilustrasi(Antara)

WAKIL Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Dede Yusuf mengatakan  akan mempertimbangkan jeda waktu pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

“Saya rasa pasti dipertimbangkan karena tentu kawan-kawan juga memahami ya, setiap partai itu melewati sebuah proses pemilu dan pilpres yang tidak mudah,” ujar Dede dalam keterangannya di Jakarta pada Selasa (3/12). 

Dede menuturkan jadwal pelaksanaan pemilu dan pilkada yang terlalu berdekatan diduga menjadi salah satu faktor kelelahan dan kepenatan bagi pemilih sehingga berdampak pada tingginya angka golput. Menurutnya, pemisahan tahun antara pemilu dan pilkada bisa menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

“Mungkin bisa kami lakukan ke depan perubahan dengan beda tahun, misalnya. Tetapi yang jelas, saat ini, partisipasi yang paling banyak itu justru yang kabupaten-kota, berbanding yang provinsi,” imbuhnya.

Lebih lanjut, politisi Partai Demokrat itu juga menduga bahwa meskipun KPU telah melakukan sosialisasi, namun daya tarik calon menjadi pengaruh terpenting tingkat partisipasi yang membuat seseorang datang dan menyumbangkan suaranya dalam pemilihan.

“Kalau kita lihat bahwa dari sekarang jumlah pesertanya tidak maksimal, itu menandakan mungkin calon-calonnya bukan calon yang menarik buat para pemilih,” kata Dede.

Sementara itu, Pengamat sekaligus Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) Arfianto Purbolaksono mengatakan peningkatan jumlah daerah yang melaksanakan pilkada calon tunggal melawan kotak kosong perlu menjadi perhatian khusus di masa mendatang.

“Oleh karena itu, revisi aturan pilkada diperlukan untuk memastikan bahwa demokrasi lokal berjalan dengan baik, bukan hanya menjadi ritual belaka,” ujarnya.

Arfianto menyebutkan revisi aturan pilkada dapat dilakukan melalui omnibus law politik yang meliputi Undang-Undang Pilkada, Undang-Undang Pemilu, dan Undang-Undang Partai Politik. Meski demikian, dia mengingatkan agar revisi tersebut bukan sebatas mengenai kepentingan partai politik, melainkan untuk penyelenggara dan pemilih.

Menurut dia, pemerintah dan DPR perlu membahas isu-isu yang bukan hanya kepentingan partai politik melainkan sistem kepemiluan secara menyeluruh. 

“Misalnya, isu pembenahan proses rekrutmen partai politik, penggunaan media sosial dalam kampanye, afirmasi pemuda, perempuan, dan penyandang disabilitas dalam pemilu kemudian biaya kampanye, laporan pelanggaran kampanye, pengawasan partisipatif dan lainnya,” jelasnya. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya