Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Klaim Hutan Adat Harus Sesuai Koridor Hukum

Fer/X-10
18/9/2020 03:35
Klaim Hutan Adat Harus Sesuai Koridor Hukum
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto menjadi narasumber di Jakarta, kemarin.(DOK MI)

PENGAKUAN atas wilayah adat, termasuk hutan adat, harus melalui koridor hukum bu- kan atas klaim semata. Untuk itu polemik atas klaim hutan adat di Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, juga harus diselesaikan berdasarkan koridor hukum.

“Kalau itu terjadi (klaim hutan adat) menjadi preseden yang diikuti oleh masyarakat lain dan akhirnya terganggu semua,” ujar pakar hukum kehutanan Sadino dalam Webinar Indonesia Bicara bertema Klaim hutan adat di Jakarta, kemarin.

Webinar yang dipandu Ketua Dewan Redaksi Media Group Usman Kansong itu juga menghadirkan narasumber lain, seperti Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto, anggota Komisi IV DPR Sulaeman Hamzah, Ketua Umum DPW IHB Kalteng Thoeseng Asang, serta Ketua Yayasan Pemberdayaan dan Pengkajian Masyarakat dan Masyarakat Adat Kalimantan Simpun Sampurna.

Sadino mengatakan pemerintah daerah ketika membentuk tim verifi kasi suatu kawasan harus ada permohonan atau pengajuan dan tata cara yang disampaikan.

“Dalam hal ini bupati memverifikasi terkait lahan siapa yang akan dimohon. Nah, kalau disampaikan, misalnya di sini sudah ada HGU. Bagaimana pada saat terjadi (perizinan)? Kenapa pada saat dulu juga tidak ada yang komplain, misalnya bahwa di situ ialah hutan adat masyarakat adat Kinipan?” katanya.

Dia menjelaskan, dalam aturan HGU tentu ada tata caranya, misalnya bisa dicabut oleh orang yang memberikan izin HGU, tetapi harus menyampaikan dasar hukumnya. ‘’Kecuali HGU ditelantarkan, tidak digunakan dengan baik, atau ada kesalahan SK, dan ada putusan pengadilan menggugat SK HGU itu serta dibatalkan oleh pengadilan supaya dicabut,’’ katanya.

“Namun,kalau enggak ada dasar-dasar pertimbangan itu, sesuai dengan UU No 5/1960 dan juga peraturan pemerintahannya Nomor 40/1996, enggak bisa diapa-apakan. Ini yang menjadi pedoman,” tambahnya.

Ketua Yayasan Pemberdayaan dan Pengkajian Masyarakat dan Masyarakat Adat Kalimantan, Simpun Sampurna, juga mengatakan polemik atas klaim hutan adat di Desa Kinipan harus diselesaikan berdasarkan koridor hukum.

“Pemerintah harus bisa mengakomodasi kebutuhan masyarakat adat terutama di Kinipan karena Kinipan jauh sebelum negara ini ada, sudah ada Kinipan dan itu penting dilindungi hak-haknya,” sebutnya.

Menurut Simpun, dalam regulasi yang telah diamanatkan bahwa ada atau tidak adanya keberadaan hutan adat, tentunya panitia masyarakat
hukum adat dibentuk untuk menyelesaikan polemik yang terjadi di masyarakat.

Anggota Komisi IV DPR Sulaeman Hamzah mengatakan dalam kunjungan bersama Wamen LHK Alue Dohong ke Desa Kinipan disepakati klaim wilayah adat itu dapat diakomodasi melalui skema hutan adat atau perhutanan sosial dengan mempertimbangkan aspirasi pada areal yang masih berhutan.

“Yang kedua terhadap masyarakat Desa Kinipan yang setuju dengan adanya plasma perkebunan sawit agar dapat diakomodasi oleh korporasi dan yang ketiga terhadap masyarakat di luar Desa Kinipan dan telah melakukan kerjasama plasma kebun dengan koperasi tadi agar diteruskan kerja sama dengan baik,” jelasnya.

Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto mengatakan penetapan hutan adat merupakan hasil usulan, baik dari pemerintah daerah maupun paling penting dari subjeknya, yakni masyarakat hukum adat.

“Dari situ kita akan verifikasi untuk memastikan bahwa objeknya di tanah hutan adat itu ternyata berada hak-hak yang lain. Itu coba kita fasilitasi. Setelah verifikasi, baru kita tetapkan,” jelasnya. (Fer/X-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya