Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pemerintah dan DPR Diminta Tak Sahkan RUU Cipta Kerja dan Pajak

Indriyani Astuti
18/8/2020 18:02
Pemerintah dan DPR Diminta Tak Sahkan RUU Cipta Kerja dan Pajak
Aksi Menolak Pembahasan RUU Cipta Kerja(Antara/Aji Styawan)

Kalangan masyarakat sipil mendesak agar pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak terburu-buru mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan Perpajakan. Penolakan terhadap RUU tersebut didasarkan pada banyaknya target pemerintah yang belum tercapai, salah satunya di bidang pajak.

Baca juga: Buruh Kecam Para Pesohor yang Dibayar Kampanyekan Omnibus Law
 

Manajer Riset Sekretariat Nasional Fitra Badiul Hadi mengungkapkan, rasio penerimaan pajak dari tahun ke tahun masih rendah. Ia memaparkan pada 2014 rasio penerimaan pajak 13,7%, lalu pada 2016 sebesar 11,6%, kemudian turun menjadi 10, 8% pada 2016 dan kembali turun menjadi 10,7% pada 2017, dan pada 2018 berada di level 11,5%. "Target yang selama ini diharapkan mengalami kenaikan mengalami penurunan dari tahun ke tahun," ujarnya dalam diskusi daring terkait Omnibus Law di Jakarta, Selasa (18/8).

Baca juga: Tolak Omnibus Law, Buruh Akan Demo di DPR dan Menko Perekonomian
 

Hal tersebut dikatakannya menanggapi pidato kenegaraan dan nota keuangan negara, di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Kamis (14/8) lalu ketika Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Omnibus Law kedua RUU tersebut menjadi prioritas yang harus diselesaikan pada tahun ini. 

Lebih lanjut Badiul menjelaskan, pihaknya mendesak agar pemerintah mengevaluasi rencana menaikkan penerimaan negara melalui sektor pajak melalui Omnibus Law RUU Perpajakan. Pemerintah, ujarnya, perlu belajar dari kebijakan Tax Amnesty yang kurang berhasil mencapai target. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menambahkan, penolakan masyarakat terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja kian menguat dikarenakan substansinya. "RUU ini didesain agar banyak investasi masuk dan diharapkan ada jutaan orang yang dipekerjaan tapi luput membicarakan hak-hak dasar para pekerja," tutur Ray.

Senada, Direktur Democracy Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Yusfitriadi menyampaikan Omnibus Law Cipta Kerja akan lebih menguntungkan korporasi besar dan mengabaikan kesejahteraan buruh atau pekerja. Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jierry Sumampow mengatakan pemerintah dan DPR memanfaatkan situasi di tengah pandemi untuk tidak transparan dalam membahas RUU Omnibus Law sehingga wajar menimbulkan polemik di masyarakat. "Saat masa reses (tidak bersidang) DPR masih membahas RUU ini kita jadi curiga ada apa dan pengawasan publik menjadi sangat minim," tukasnya. (P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Emir Chairulah
Berita Lainnya