Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Netralitas ASN pada Pilkada Mengkhawatirkan

Indriyani Astuti
06/8/2020 06:03
Netralitas ASN pada Pilkada Mengkhawatirkan
Ilustrasi -- ASN(MI/Ramdani)

NETRALITAS aparatur sipil negara (ASN) pada pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah (pilkada) dinilai mengkhawatirkan. Itu mengacu pada peningkatan tren kasus yang ditindaklanjuti Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Pada 2015, tercatat ada 269 daerah menggelar pilkada dengan 29 aduan netralitas ASN. Pada 2016 tidak ada pilkada, tapi ada 55 aduan, pada 2017 terdapat 101 pilkada dengan 52 aduan, lalu pada 2018 ada 171 pilkada dengan 507 aduan netralitas ASN.

Komisioner KASN Arie Budhiman menyampaikan bahkan Pilkada 2020 yang belum dilaksanakan, hingga 31 Juli 2020, mereka mendapatkan 456 laporan netralitas ASN. Sebanyak 344 di antaranya dinyatakan melanggar sehingga mendapatkan rekomendasi dari KSAN. Namun, menurut Arie, tindak lanjut rekomendasi KASN oleh pejabat pembuat komitmen (PPK) yang bertanggungjawab memberikan sanksi bagi ASN rendah, yakni 189 (54,9%).

“Terdapat lima top kategori pelanggaran, di antaranya melakukan pendekatan ke partai politik terkait dengan pencalonan atau bakal calon
kepala daerah sebanyak 21,5% dan kampanye di media sosial sebanyak 21,3%,” ujarnya dalam diskusi virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN, di Jakarta, kemarin.

Tiga pelanggaran lainnya, kata Arie, ialah mengadakan kegiatan yang berpihak pada pasangan calon (13,6%), memasang alat peraga kampanye (sekitar 12%), dan membuat keputusan yang menguntungkan bakal calon (11%).

Senada, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) Teguh Widjinarko menyampaikan ketidaknetralan ASN ditengarai banyak disebabkan motif untuk mendapatkan atau mempertahankan jabatan. Jadi, mereka melibatkan diri mendukung calon pemimpin daerah atau pemimpin daerah petahana. Selain itu, faktor hubungan kekeluargaan antara ASN dan calon kepala daerah, selain kurangnya pemahaman dan regulasi terhadap netralitas ASN.

Penggalangan dana

Deputi Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan memaparkan masalah netralitas ASN tidak sekadar bersikap partisan. Hasil survei KPK pada tiga kali penyelenggaraan pilkada, yakni 2015, 2017, dan 2018, menunjukkan ASN yang menduduki jabatan tinggi di daerah justru melakukan mobilisasi, termasuk menggalang dana untuk calon kepala daerah.

“Kita dapati di survei 2015, 2017, dan 2018 tiga kali penyelenggaraan pilkada, 346 calon yang kalah pada pilkada kita interviu. Semua calon harus melaporkan laporan harta. Sebagian besar hartanya tidak mencukupi pilkada. Kita tanya pendananya. Di atas 70% semua didukung sponsor, “ papar Pahala.

Pada Pilkada 2015, KPK mendapati 70% sumber pendanaan calon kepala daerah berasal dari sponsor, pada 2017 sebanyak 82%, dan pada
2018 82,3%. Sponsor, ujarnya, mengharapkan calon kepala daerah yang terpilih dapat memberikan kemudahan akses ataupun jabatan tertentu. Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menambahkan, ketidaknetralan ASN yang patut diantisipasi ialah mobilisasi ASN.

Sementara itu, anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Johan Budi SP mengatakan, meskipun dari segi regulasi payung hukum
aturan tentang pelanggaran netralitas ASN sudah ada, dalam praktik di lapangan menjaga netralitas ASN sangat sulit. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya