Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
NEGARA berkewajiban melindungi seluruh warga negara, tidak terkecuali para pekerja rumah tangga (PRT), sebagaimana diamanatkan konstitusi. Oleh karena itu, jaminan pelindungan PRT melalui Rancangan Undang-Undang Pelindungan PRT (RUU PPRT) harus segera terealisasi dan tidak bisa ditunda kembali.
“Pasal 28 UUD 1945 yang mengharuskan seluruh elemen bangsa, termasuk lembaga negara dan masyarakat, untuk tidak mengingkari hak-hak rakyat, termasuk PRT,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat memberi sambutan dalam diskusi daring bertema Pentingnya kehadiran UU PPRT yang digelar Forum Diskusi Denpasar12, di Jakarta, kemarin.
Tertundanya pengesahan RUU PPRT di DPR dikatakan Rerie, sapaan Lestari, merupakan lalainya fungsi legislasi terhadap tujuan bernegara sebagaimana dijelaskan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu pelindungan terhadap rakyat, kesejahteraan rakyat, dan keadilan untuk seluruh rakyat.
“Hingga saat ini belum ada undang-undang yang mengatur tentang PRT. Padahal, jumlah PRT di Indonesia lebih dari 4 juta orang. Apalagi, kedudukan PRT di negeri ini tidak terpisahkan dari kehidupan sosial di hampir setiap keluarga di Indonesia,” papar Rerie.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi NasDem Willy Aditya menegaskan bahwa fraksinya akan konsisten memperjuangkan pengesahan RUU PPRT untuk dijadikan UU. RUU PPRT dikatakan Willy sebagai alat untuk menaikkan level peradaban PRT dari feodalisme menjadi lebih manusiawi.
“Dari yang bisa dikatakan sebagai perbudakan modern menjadi sebuah relasi kerja yang jauh lebih memiliki tingkat pelindungan yang lebih pasti dan memanusiakan orang. Ini poin utama Fraksi NasDem memperjuangkan RUU PPRT melalui hak inisiatif Baleg,” ujar Willy.
Willy mengakui, selama ini kelompok PRT merupakan kelompok pekerja yang paling rentan mendapatkan kekerasan, diskriminasi, serta eksploitasi selama bekerja. Padahal, konstitusi sudah jelas mengatur bahwa negara menjamin pelindungan kepada semua warga negara.
Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini menyoroti tentang kemiskin an yang selalu menghantui para PRT, terutama ketika sedang mengalami sakit. Hal itu karena kelompok PRT sulit mendapatkan jaminan akses kesehatan saat bekerja.
“Tidak ada batasan dan jam kerja yang jelas. Rentan eksploitasi karena sulit juga mendapatkan hari libur, kecuali Hari Raya,” jelas Theresia.
Bolak-balik parkir
Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga Lita Anggraini menyebut pihaknya telah merancang RUU PPRT sejak 2000. “Kemudian hanya parkir di Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2004-2009. Setelah melalui aksi-aksi, baru kemudian masuk prolegnas prioritas kembali tahun 2010,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Untuk mempelajari RUU itu, lanjut Lita, DPR sudah melakukan kajian ke 10 kota, studi banding ke Afrika Selatan dan Argentina, dan sudah uji publik di tiga kota. “Hasilnya sudah sampai ke Baleg dan dihentikan di Baleg tahun 2014. Pada 2014-2019 hanya parkir sebagai prolegnas,” kisahnya.
Dia bersyukur RUU ini masuk lagi Prolegnas Prioritas 2020. Sayangnya, RUU ini kembali diparkir di Baleg.
Menurut Lita, terdapat sejumlah urgensi agar RUU PPRT segera disahkan, antara lain mencegah terjadinya diskriminasi dan kekerasan terhadap PRT serta pemenuhan hak-hak PRT. Hak itu seperti upah memadai, waktu istirahat kerja, istirahat mingguan sekurang-kurangnya 26 jam dalam satu minggu, serta cuti tahunan 12 hari kerja per tahun. (Ifa/P-2)
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) tetap menjadi prioritas Fraksi Partai NasDem di Badan Legislasi.
NasDem bukan hanya mengawal tetapi sebagi pengusul RUU PPRT akan bertanggungjawab atas bagaimana RUU tersebut sampai disahkan.
PEMERINTAH disebut harus berpikir progresif untuk membuat berbagai kebijakan yang juga progresif, seperti di antaranya RUU PPRT.
Akses Pekerja rumah tangga (PRT) terhadap jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan dinilai masih terbatas
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat geram dengan DPR RI yang tidak kunjung mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) setelah 20 tahun berlalu.
KETIDAKJELASAN pembahasan lanjutan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) mendapat perhatian dari para tokoh agama.
KOMNAS Perempuan mendesak pemerintah agar mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Keluarga tersebut membayar mereka hanya US$8 untuk bekerja selama 18 jam sehari, kurang dari sepersepuluh dari jumlah yang diwajibkan menurut aturan di Swiss.
SUDAH 20 tahun RUU PPRT digantung oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Pada tahun 2024 ini akan menjadi titik kritis bagi pembahasan RUU PPRT karena jika pada tahun ini tidak ada yang dibahas
KOORDINATOR Advokasi Migrant Care Siti Badriyah mengatakan banyak pekerja rumah tangga (PRT) warga negara Indonesia (WNI) yang berpotensi tidak dapat menggunakan hak suaranya pada Minggu
Dalam RPJMN sebagai turunan visi misi nawacita, RUU PPRT itu salah satu prioritas untuk disahkan selama periode 2014-2024.
SEBANYAK hampir 3.000 orang diselamatkan dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO) periode 5 Juni hingga 13 November 2023.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved