Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
NEGARA berkewajiban melindungi seluruh warga negara, tidak terkecuali para pekerja rumah tangga (PRT), sebagaimana diamanatkan konstitusi. Oleh karena itu, jaminan pelindungan PRT melalui Rancangan Undang-Undang Pelindungan PRT (RUU PPRT) harus segera terealisasi dan tidak bisa ditunda kembali.
“Pasal 28 UUD 1945 yang mengharuskan seluruh elemen bangsa, termasuk lembaga negara dan masyarakat, untuk tidak mengingkari hak-hak rakyat, termasuk PRT,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat memberi sambutan dalam diskusi daring bertema Pentingnya kehadiran UU PPRT yang digelar Forum Diskusi Denpasar12, di Jakarta, kemarin.
Tertundanya pengesahan RUU PPRT di DPR dikatakan Rerie, sapaan Lestari, merupakan lalainya fungsi legislasi terhadap tujuan bernegara sebagaimana dijelaskan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu pelindungan terhadap rakyat, kesejahteraan rakyat, dan keadilan untuk seluruh rakyat.
“Hingga saat ini belum ada undang-undang yang mengatur tentang PRT. Padahal, jumlah PRT di Indonesia lebih dari 4 juta orang. Apalagi, kedudukan PRT di negeri ini tidak terpisahkan dari kehidupan sosial di hampir setiap keluarga di Indonesia,” papar Rerie.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi NasDem Willy Aditya menegaskan bahwa fraksinya akan konsisten memperjuangkan pengesahan RUU PPRT untuk dijadikan UU. RUU PPRT dikatakan Willy sebagai alat untuk menaikkan level peradaban PRT dari feodalisme menjadi lebih manusiawi.
“Dari yang bisa dikatakan sebagai perbudakan modern menjadi sebuah relasi kerja yang jauh lebih memiliki tingkat pelindungan yang lebih pasti dan memanusiakan orang. Ini poin utama Fraksi NasDem memperjuangkan RUU PPRT melalui hak inisiatif Baleg,” ujar Willy.
Willy mengakui, selama ini kelompok PRT merupakan kelompok pekerja yang paling rentan mendapatkan kekerasan, diskriminasi, serta eksploitasi selama bekerja. Padahal, konstitusi sudah jelas mengatur bahwa negara menjamin pelindungan kepada semua warga negara.
Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini menyoroti tentang kemiskin an yang selalu menghantui para PRT, terutama ketika sedang mengalami sakit. Hal itu karena kelompok PRT sulit mendapatkan jaminan akses kesehatan saat bekerja.
“Tidak ada batasan dan jam kerja yang jelas. Rentan eksploitasi karena sulit juga mendapatkan hari libur, kecuali Hari Raya,” jelas Theresia.
Bolak-balik parkir
Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga Lita Anggraini menyebut pihaknya telah merancang RUU PPRT sejak 2000. “Kemudian hanya parkir di Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2004-2009. Setelah melalui aksi-aksi, baru kemudian masuk prolegnas prioritas kembali tahun 2010,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Untuk mempelajari RUU itu, lanjut Lita, DPR sudah melakukan kajian ke 10 kota, studi banding ke Afrika Selatan dan Argentina, dan sudah uji publik di tiga kota. “Hasilnya sudah sampai ke Baleg dan dihentikan di Baleg tahun 2014. Pada 2014-2019 hanya parkir sebagai prolegnas,” kisahnya.
Dia bersyukur RUU ini masuk lagi Prolegnas Prioritas 2020. Sayangnya, RUU ini kembali diparkir di Baleg.
Menurut Lita, terdapat sejumlah urgensi agar RUU PPRT segera disahkan, antara lain mencegah terjadinya diskriminasi dan kekerasan terhadap PRT serta pemenuhan hak-hak PRT. Hak itu seperti upah memadai, waktu istirahat kerja, istirahat mingguan sekurang-kurangnya 26 jam dalam satu minggu, serta cuti tahunan 12 hari kerja per tahun. (Ifa/P-2)
Anggota Komisi IV DPR ini berterima kasih kepada Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya, yang berhasil menangkap pelaku
Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini mendorong DPR untuk mengesahkan RUU Pekerja Rumah Tangga (PPRT), sebab kehadiran negara dibutuhkan untuk pengakuan PRT.
Perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT), khususnya PRT perempuan menjadi perhatian karena PRT telah memberi kontribusi yang tidak sedikit bagi keluarga dan perekonomian nasional.
Karena itu, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) mendesak untuk disahkan agar pekerja rumah tangga (PRT) bisa diakui dan mendapat perlindungan hukum
Serbet tersebut merupakan perlambang desakan agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT)
Akibat belum adanya pengakuan dan perlindungan terhadap PRT, pada situasi pandemi saat ini banyak PRT kehilangan pekerjaan yang potensial meningkatkan kemiskinan berwajah perempuan
RNA telah menjalani visum untuk keperluan penyelidikan kasus penganiayaan yang ditangani Polda Metro Jaya di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto (RSPAD), Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Riski Nur Askia mendatangi Kantor Staf Presiden, Selasa (25/10), didampingi pamannya, Ceceng, dan aktivis dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga.
Ratna menjelaskan kedelapan tersangka, yakni majikan korban berinisial SK, 69, MK, 68, dan JS, 22. Sedangkan lima tersangka lainnya ialah ART berinisial T, IN, O, dan P, dan E.
R diduga turut menganiaya korban. Hal tersebut diperkuat dengan keterangan korban dan delapan tersangka lainnya yang lebih dulu diamankan.
Hasil pemeriksaan kepolisian, korban dihabisi saat seorang diri dan jenazahnya diletakkan di atas meja tamu yang dikelilingi kursi-kursi.
Pelaku bernama Muhammad Mardha Dzakwan alias Mardha, 27, ditangkap di wilayah hukum Polsek Brangsong (Pontang), Serang, Banten.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved