Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Memburu Koruptor Seharusnya Senyap

Dhika Kusuma Winata
17/7/2020 04:15
Memburu Koruptor Seharusnya Senyap
Mantan Komisioner KPK, Laode M Syarief.(MI/PIUS ERLANGGA)

MANTAN komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarief menilai rencana pemerintah membentuk tim pemburu koruptor tidak akan efektif. Pasalnya, tim serupa pernah dibentuk dan dinilai tidak maksimal memulangkan koruptor dari luar negeri.

“Tim pemburu koruptor bukan solusinya. Yang harus diingat, kalau mau memburu buron korupsi jangan ribut, bekerja diam-diam saja. Ini belum bekerja, tapi sudah ribut. Kalau tidak diam-diam, pasti tidak bisa,” kata Laode dalam diskusi daring yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW), kemarin.

Laode mengungkapkan perburuan koruptor perlu upaya senyap, lantaran tidak mudah memulangkan mereka. Pasalnya, buron kerap berinvestasi di negara itu, sehingga memberikan keuntungan ekonomi. Negara pelarian itu, kata Laode, tidak ingin namanya tercemar jika pemulangan menjadi polemik. “Sebuah negara tidak akan mau langsung serta-merta menyerahkan buron. Karena itu, harus lewat jalur-jalur tertutup agar negara lain mau kooperatif,” ucapnya.

Laode juga menyinggung buron kasus hak tagih Bank Bali Joko Tjandra yang diduga di Malaysia. Laode mengatakan upaya pemulangan melalui jalur tertutup dan senyap harus dilakukan untuk kasus Joko.

Sebelumnya, rencana penghidupan kembali tim pemburu koruptor dicanangkan Menko Polhukam Mahfud MD. Rencana itu buntut dari terungkapnya buron Joko Tjandra yang bebas masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi aparat. Tim serupa pernah dibentuk masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Mahfud mengatakan tim pemburu koruptor nantinya akan melibatkan Kejaksaan Agung, Mabes Polri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, dan kementerian teknis lain yang terkait.


Inpres

Dalam diskusi yang sama, Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) setuju dengan kehadiran instruksi presiden (inpres) mengenai perburuan buron kasus korupsi, namun tidak perlu membuat tim. “Saya sepakat inpres, tetapi untuk percepatan upaya perburuan koruptor. Jadi kalau untuk membentuk tim dari berbagai instansi saat ini tidak penting karena lembaga aparat penegak hukumnya semua sudah ada,” kata Direktur Pukat UGM Oce Madril.

Ia pun menyarankan inpres mengenai percepatan penangkapan buron korupsi setidaknya meliputi tiga hal. Pertama, perintah presiden kepada aparat penegak hukum untuk memaksimalkan fungsi serta koordinasi mempercepat penangkapan buron.

Kedua, berbagai pihak dari kementerian/ lembaga terkait harus mendorong kebijakan yang mendukung percepatan penangkapan buron. Ketiga, ialah evaluasi terhadap jajaran penegak hukum dan kementerian/lembaga terhadap perintah tersebut.

Sementara itu, Ketua Komite 1 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Teras Narang, berpendapat tim pemburu koruptor tak perlu dihidupkan kembali. Teras mengatakan pemburuan koruptor yang buron cukup di bawah koordinasi Menko Polhukam dan memaksimalkan peran instansi penegak hukum yang ada.

“Kejaksaan dan Kepolisian juga diminta melaksanakan tugas yang sama. Adapun Menkum dan HAM agar juga mampu bekerja sama dengan baik, khususnya dalam bidang Keimigrasian,” ujar Teras.

Selain itu, pemerintah juga dapat mengerahkan intelijen. Upaya juga harus dilakukan dengan turut memaksimalkan fungsi kedutaan besar dan perwakilan RI lainnya di luar negeri. (Pro/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya