Headline
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
INDONESIA saat ini membutuhkan payung hukum yang lebih komprehensif dalam menangani kasus kekerasan seksual, khususnya hukum yang berorientasi pada perlindungan korban.
“Ada kekosongan perlindungan hukum, terutama di hukum pidana. Saat ini tidak semua hal terkait kekerasan seksual diatur dalam undang-undang. Kalaupun ada, deliknya sangat terbatas,” ungkap dosen yang juga Ketua Law Gender and Society Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono, dalam diskusi daring Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang di gelar Forum Diskusi Den-
pasar 12 bekerja sama dengan DPP Partai NasDem Koordinator Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis, kemarin.
Hal itu menjadi salah satu alasan banyaknya kasus kekerasan seksual yang tidak terselesaikan secara hukum. “Data Komnas Perempuan mencatat hanya sekitar 10% dari seluruh kasus kekerasan seksual setiap tahunnya yang diproses di kepolisian dan tidak lebih dari setengahnya yang divonis pengadilan. Itu alasan mengapa Indonesia membutuhkan pengesahan RUU PKS,” ujar Sri.
Dalam acara yang sama, anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem, Taufik Basari, mengatakan NasDem akan memperjuangkan agar RUU PKS dapat masuk di Prolegnas Prioritas 2021 sebagai RUU usulan inisiatif anggota dari Fraksi NasDem.
“Kami melakukan lobi dan akhirnya disepakati bahwa akan ada evaluasi lagi pada Oktober untuk Prolegnas 2021 dan ada beberapa anggota yang akan mendukung,” ujarnya.
Ditambahkannya, sebelum evaluasi berlangsung, Fraksi NasDem akan duduk bersama dengan fraksi lain untuk membahas pembaruan RUU PKS.
Dalam menanggapi hasil diskusi itu, Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menyatakan penyelesaian RUU PKS memerlukan dukungan seluruh elemen. “Di saat hukum tidak mampu lagi menjangkau pemulihan korban kekerasan seksual dari trauma, bahkan korban dibiarkan menyelesaikan masalah sendiri, saya kira perlu adanya UU PKS,” tegasnya.
Inisiasi petisi
International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) menilai RUU PKS sudah sangat mendesak untuk dibahas. Pasalnya, yang kerap menjadi korban bukan hanya kaum dewasa, melainkan juga anak-anak. INFID pun menginisiasi petisi untuk mendesak DPR memasukkan kembali RUU PKS ke Prolegnas Prioritas 2020.
“Karena saya, kamu, kita (siapa pun) bisa menjadi korban! Jangan ada lagi korban kekerasan seksual tanpa keadilan! Jika negara tidak melindungi, lantas kepada siapa korban meminta perlindungan? Segera sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” bunyi ajakan petisi tersebut. (Pro/Pra/X-11)
Aturan teknis sangat dibutuhkan agar menjadi landasan pembentukan unit pelaksana teknis daerah (UPDT).
Agar kehadiran beleid itu efektif mencegah dan menuntaskan kasus kekerasan seksual di Tanah Air
Sepanjang 2021 terdapat 3.838 kasus kekerasan berbasis gender dilaporkan langsung kepada Komnas Perempuan. Angka itu naik 80% dibandingkan tahun sebelumnya.
PKS merupakan satu-satunya pihak di DPR yang menolak pembahasan RUU PKS
RUU TPKS akan memuat aturan secara terperinci hingga ke aturan hukum beracara untuk melindungi korban kekerasan seksual.
Kemenag sedang menyusun regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri Agama dengan mengikuti dinamika dalam penyusunan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
KOMISI Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengutuk keras orangtua atau pelaku yang telah melakukan kekerasan dan menelantarkan anak di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
BAGAIMANA memastikan perlindungan warganet, terutama anak-anak, di ruang digital hingga kini masih menjadi persoalan krusial.
Ini adalah pertama kalinya di SCB ada produk dengan fitur Guaranteed Issuance Offering (GIO).
Manfaat unggulannya adalah proteksi perlindungan jiwa untuk risiko meninggal dunia, perlindungan terhadap 10 penyakit kritis mayor.
Salah satu indikator tingkat kemajuan negara juga dinilai berdasarkan bagaimana negara tersebut efektif melindungi kekayaan intelektual.
Dipaparkan bahwa kerentanan anak laki-laki yang mengalami kekerasan seksual sebesar 32% sedangkan kerentanan anak perempuan 51%.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved