Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
PUTUSAN Mahkamah Agung atas uji materil Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 seakan memantik kembali perseteruan dua kubu pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno selama Pilpres 2019.
Riuh di media sosial sebagian publik yang menafsirkan putusan tersebut bisa membatalkan kemenangan Jokowi-Amin.
Pakar hukum tata negara Yusril Izha Mahendra berpendapat sebaliknya. Menurut pengacara yang telah wara-wiri mengurus sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi itu menilai putusan tersebut tidak memiliki implikasi apapun terhadap kemenangan Jokowi-Amin.
Berikut pendapat Yusril yang beredar di media sosial:
PUTUSAN MA ITU DIPLINTIR SEMAUNYA
Yusril Ihza Mahendra
Saya melihat Putusan MA itu No. 44 P/HUM/2019 itu diplintir sesuka hati penulis di atas. Dalam putusan itu, MA hanya menguji secara materil Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 apakah secara normatif bertentangan dengan UU di atasnya atau tidak.
Putusan itu sama sekali tidak masuk atau menyinggung kasus sudah menang atau belum Jokowi dalam Pilpres 2019.
Menang tidaknya Jokowi dalam Pilpres 2019 telah diputus oleh MK karena hal itu menjadi kewenangannya.
MA sama sekali tidak berwenang mengadili sengketa pilpres. Putusan MK itu final dan mengikat. Dalam
menetapkan kemenangan Jokowi dan Kiyai Ma'ruf, KPU merujuk pada putusan MK yang tegas menolak permohonan sengketa yang diajukan Prabowo Subijanto dan Sandiaga Uno.
Lagi pula putusan uji materil itu diambil oleh MA tanggal 28 Oktober 2019, seminggu setelah Jokowi-Kiyai Ma'ruf dilantik oleh MPR. Putusan MA itu bersifat prospektif atau berlaku ke depan sejak tanggal diputuskan. Putusan MA tidak berlaku retroaktif atau surut ke belakang.
Aturan Pilpres yang hanya diikuti oleh dua pasangan calon memang tidak diatur dalam dalam Pasal 416 UU 7/2017 tentang Pemilu.
Ketentuan Pasal 7 ayat 3 PKPU No 5 Tahun 2019 itu mengaturnya dengan mengacu kepada Putusan MK No 50/PUU-XII/2017 yang menafsirkan ketentuan Pasal 6A UUD 45 dalam hal Paslon Capres dan Cawapres hanya dua pasangan.
Dalam keadaan seperti itu, maka yang berlaku adalah suara terbanyak tanpa perlu diulang lagi untuk memenuhi syarat sebaran kemenangan di provinsi-provinsi sebagaimana diatur Pasal 6A itu sendiri.
Patut disadari bahwa putusan MK dalam perkara pengujian undang-undang mempunyai kekuatan yang setara dengan norma undang-undang itu sendiri, meskipun Putusan MK bukan merupakan suatu bentuk peraturan perundang-undangan.
MA memutus perkara pengujian PKPU itu dengan merujuk kepada Pasal 416 UU Pemilu yang tidak mengatur hal tsb, sehingga menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU itu bertentangan dengan UU Pemilu.
Masalahnya MA memang tidak dapat menguji apakah PKPU tersebut bertentangan dengan putusan MK atau tidak. Di sini letak problematika hukumnya.
Putusan MK itu dilakukan dalam konteks pengujian terhadap norma Pasal 158 UU No 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, yang isinya sama dengan norma Pasal 416 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Karena materi pengaturan yang diuji bunyinya sama, mala Putusan MK terhadap pengujian Pasal 158 UU No 42 Tahun 2008 itu mutatis mutandis juga berlaku terhadap norma Pasal 416 UU No 7 Tahun 2007 tentang Pemilu.
Kalau pasangan calon hanya 2, dan harus diulang-ulang terus agar memenuhi syarat kemenangan menurut sebaran wilayah, maka Pilpres menjadi tidak jelas kapan akan berakhir.
Sementara masa jabatan Presiden yang ada sudah berakhir dan tidak dapat diperpanjang oleh lembaga manapun termasuk MPR. Ini akan berakibat terjadinya kevakuman kekuasaan dan berpotensi menimbulkan chaos di negara ini.
Karena itu, kalau paslon Pilpres itu hanya dua pasangan, aturan yang benar dilihat dari sudut hukum tatanegara adalah Pilpres dilakukan hanya 1 kali putaran dan paslob yang memperoleh suara terbanyak itulah yang menjadi pemenangnya. (OL-8).
Bambang menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menaruh perhatian khusus pada proses pembaruan hukum acara pidana bukan hanya sebagai kebutuhan.
Anggota Komisi III DPR RI Adang Daradjatun mendesak negara untuk merampas sebanyak-banyaknya aset milik mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar.
Mahkamah Agung AS menyetujui undang-undang yang melarang penggunaan penghambat pubertas dan terapi hormon bagi remaja transgender.
Hakim memutuskan untuk tidak menjatuhkan vonis 20 tahun penjara terhadap mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar. Alasannya karena Zarof telah berusia 63 tahun
Windy Idol diperiksa penyidik KPK terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Mahkamah Agung. (MA)
Pengawas misterius tersebut akan ditugaskan secara acak untuk mengawasi pengadilan umum, pengadilan agama, pengadilan tata usaha negara tugaskan hingga pengadilan militer.
Putra bungsu Presiden Jokowi itu juga menyebut bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini.
Ia menilai ada perpecahan antara Jokowi dengan PDIP yang mengusung pasangan Ganjar-Mahfud.
Beragam pembangunan telah dilakukan selama empat tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin.
Tak hanya memberi selamat pada Jokowi-Amin, AHY juga mengapresiasi sikap Prabowo-Sandiaga
"Saya meyakini kebesaran hati dan kenegarawanan dari sahabat baik saya Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno," kata Jokowi.
Ia justru mengatakan akan mencari langkah hukum selanjutnya dalam menyikapi putusan MK yang bersifat final dan mengikat itu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved