Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
KOALISI Masyarakat Sipil menentang keras rencana pelibatan TNI dalam urusan beragama warga negara sebagaimana disampaikan Juru Bicara Kementerian Agama Oman Fathurahman dalam pernyataan persnya (1/7/2020). Rencana pelibatan TNI AD untuk mengurus peningkatan kerukunan umat beragama hingga ke pelosok daerah di Indonesia bertentangan dengan prinsip demokrasi, HAM, dan agenda reformasi sektor keamanan serta UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI).
Dalam pernyataan tertulis, Koalisi Masyarakat Sipil yang beranggotakan Imparsial, ELSAM, ILR, LBH PERS, HRWG, PBHI, ICJR, SETARA Institute, KontraS, PILNET Indonesia, LBH Masyarakat menilai pelibatan TNI dalam mengurus kerukunan beragama adalah suatu pendekatan yang keliru. Sebab pelibatan TNI (pendekatan keamanan) justru berpotensi memunculkan pelanggaran HAM. Pendekatan keamanan membuka ruang otoritarianisme karena pemerintah akan lebih mengutamakan stabilitas melalui pendekatan represif dibandingkan dialogis.
"Tidak ada argumen yang kuat dan masuk akal bagi Kementerian Agama untuk melibatkan TNI dalam program kerukunan umat beragama, karena nyatanya peningkatan kerukunan umat beragama selama ini lebih efektif dilakukan dengan cara-cara dialogis dibandingkan dengan pendekatan represif. Pendekatan represif hanya memunculkan kerukunan semu dan akhirnya menjadi bom waktu konflik sosial yang lebih besar sebagaimana di masa Orde Baru," demikian dalam pernyataan, Minggu (5/7).
Apalagi, paradigma kerukunan umat beragama yang selama ini dipakai Pemerintah tidak disertai dengan upaya pemenuhan kebebasan beragama atau berkeyakinan (KBB) khususnya terhadap kelompok minoritas agama atau keyakinan, seperti agama leluhur, kelompok aliran yang berbeda di internal keagamaan, serta penghayat kepercayaan. Hal ini terlihat dalam kebijakan Pemerintah seperti SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah dan penggunaan pasal penodaan agama yang bersifat diskriminatif. Pendekatan yang menitikberatkan pada aspek kerukunan dalam praktiknya sangat potensial melanggengkan diskriminasi terhadap kelompok minoritas agama atau keyakinan, yang selama ini sudah terjadi atas mereka.
Kedua, meski operasi militer selain perang (OMSP) dalam kerangka tugas perbantuan dimungkinkan, tetapi pelaksanaanya diatur secara ketat oleh Pasal 7 Ayat 2 UU TNI. Pada titik ini, mengurus peningkatan kerukunan umat beragama tidak termasuk dalam tugas OMSP sebagaimana diatur UU TNI. Apalagi, aturan main tentang pelaksanaan OMSP dalam kerangka tugas perbantuan belum juga dibentuk oleh pemerintah. Hal ini akan menimbulkan problem akuntabilitas apabila terjadi pelanggaran HAM dalam pelaksanaanya. Lebih dari itu, pelibatan ini berpotensi bertentangan dengan Pasal 7 Ayat 3 UU TNI yang menegaskan OMSP hanya bisa dilakukan melalui keputusan politik negara dan bukan sekadar Memorandum of Understanding (MoU) atau keputusan menteri.
Rencana pelibatan TNI membantu Kemenag dalam urusan peningkatan kerukunan umat beragama sejatinya juga bertentangan dengan amanat Reformasi 1998 yakni penghapusan Dwifungsi (peran sosial-politik) ABRI. Pemerintah sebaiknya fokus pada sejumlah agenda reformasi TNI yang tersisa seperti pembentukan aturan main OMSP dalam kerangka tugas perbantuan, reformasi peradilan militer, restrukturisasi Komando Teritorial, pemenuhan kebutuhan alutsista modern, kesejahteraan prajurit dan lain lain ketimbang menarik-narik TNI kembali dalam peran sosial-politik.
baca juga: Ketua KPK Sodorkan Tiga Pendekatan Cegah Korupsi
Oleh sebab itu, Koalisi Masyarakat Sipil menuntut pemerintah untuk membatalkan rencana pelibatan TNI dalam mengurusi kerukunan umat beragama hingga ke pelosok-pelosok daerah di Indonesia. Mengganti pendekatan keamanan dengan pendekatan dialogis dengan melibatkan semua komunitas agama, termasuk agama-agama yang selama ini tidak diakui, agama leluhur, dan penghayat kepercayaan. Koalisi Masyarakat Sipil juga meminta pemerintah meninjau kembali dan merumuskan ulang keterlibatan TNI dalam operasi non-perang yang merupakan campur tangan militer dalam kehidupan sipil sebagai amanat reformasi, demokrasi, dan penghapusan dwifungsi ABRI. Serta melanjutkan agenda reformasi TNI yang belum terselesaikan. (OL-3)
Pelaksanaan MPLS ditekankan agar siswa bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah yang baru.
Kegiatan ini merupakan bagian dari kontribusi aktif TNI dalam mendukung agenda nasional, khususnya Asta Cita ke-2 Presiden RI, yaitu mewujudkan swasembada pangan guna kemandirian bangsa.
Penanaman pohon buah-buahan yang dilakukan supaya dapat menahan tanah dan masyarakat juga bisa mendapatkan hasilnya ketika berbuah.
KOMANDO Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) menjadi satuan pertama di Indonesia yang mengembangkan dan menguasai kemampuan terjun bebas menggunakan wingsuit.
Letjen TNI Novi Helmy memutuskan untuk tetap melanjutkan pengabdiannya di lingkungan TNI
Pemerintah saat ini sedang menunjukkan komitmen besar untuk mendorong kemandirian industri pertahanan
Keberagaman adalah kerukunan yang harus terus dijaga semua pemuka agama, maupun masyarakat yang ada di Tangerang Selatan (Tangsel)
Organisasi Banom Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini dihadiri oleh Pengurus DPP PKB, Daniel johan
Sebuah gagasan yang dinilai baik bagi pemerintah, penerapannya pun harus benar dengan mempertimbangan obyek yang akan terkena kebijakan negara. Jangan sampai justru kontraproduktif.
Isra Mikraj bukan hanya peristiwa sejarah, tetapi menjadi sumber inspirasi untuk menjaga kerukunan umat beragama.
Kemenag menghimbau para aktor dakwah dan layanan keagamaan serukan seluruh umat dan jemaahnya menjaga kerukunan dan kedamaian pada Pemilu 2024.
Ketua KWI Mgr Antonius Subianto Bunjamin berharap para calon presiden tidak saling menjelekkan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved