Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp 925,8 miliar pada tahun depan. Kebutuhan anggaran KPK pada 2021 mencapai Rp 1,8 triliun, atau meningkat dari pagu anggaran indikatif sebelumnya, yakni Rp 955,08 miliar.
Menanggapi hal itu, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menilai KPK tidak pantas meminta tambahan anggaran. Pasalnya, kinerja KPK pada era kepemimpinan baru dinilai terus menurun.
Baca juga: Survei: Dipimpin Firli, Kinerja KPK Jauh dari Ekspektasi Publik
"KPK tidak pantas memohon tambahan anggaran. Harus dipaksa untuk berprestasi dulu, baru kemudian anggaran ditambahkan," ujar Boyamin saat dihubungi, Jumat (26/6).
Dia berpendapat penambahan anggaran tidak akan mendukung kinerja lembaga antirasuah. Sebaliknya, anggaran berpotensi mubazir karena tidak dimanfaatkan untuk pencegahan dan penindakan korupsi.
Permintaan tambahan anggaran disebutnya sangat tidak wajar. Mengingat, usulan tambahan mencapai 100% dari pagu anggaran indikatif sebelumnya. "Sangat tidak wajar dan harus ditolak oleh DPR. Kalau perlu yang ada semestinya dikurangi," pungkas Boyamin.
Baca juga: Gaya Hidup Mewah Ketua KPK, Komisioner: Helikopter Hemat Waktu
Seharusnya KPK menyampaikan rencana kerja atau penindakan yang akan ditempuh. Hingga kini, KPK dinilai tidak terbuka dalam menyampaikan upaya penindakan korupsi.
"Mestinya KPK menyampaikan kinerja yang akan ditempuh. Program kerjanya seperti apa? Mencegah itu seperti apa? Dirumuskan, bukan hanya retorika," tuturnya.(OL-11)
Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, menegaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pada lembaganya tidak akan menghambat kinerja anggota parlemen dalam melayani masyarakat.
BADAN Legislasi (Baleg) DPR RI merekomendasikan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dijadikan lembaga ad hoc
Seharusnya Prabowo berkaca pada kabinet pemerintahan Joko Widodo yang porsinya sudah cukup besar dan sebenarnya bisa dilebur menjadi lembaga atau badan.
Hal itu menjadi potret dari ketidakpekaan Presiden Joko Widodo di akhir masa jabatannya.
Said Abullah akui pernah usulkan revisi UU MD3
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy,menjelaskan nilai Rp7.500 belum final dan masih menyaring masukan dari berbagai pihak.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved