Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

NasDem Tolak Lanjutkan Pembahasan RKUHP

Putra Ananda
21/6/2020 06:45
NasDem Tolak Lanjutkan Pembahasan RKUHP
Anggota Baleg DPR RI Fraksi NasDem, Taufik Basari(MI/MOHAMAD IRFAN)

FRAKSI Partai NasDem DPR menolak pembahasan Rancangan Undang- Undang (RUU) tentang Pemasyarakatan dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) untuk dilanjutkan. NasDem ingin dewan terlebih dahulu mendengarkan suara masyarakat sebelum melanjutkan pembahasan dua RUU itu.

“Fraksi NasDem menolak RUU Pemasyarakatan dan RKUHP jika tidak dibahas menyeluruh dan memperhatikan keberatan-keberatan dari masyarakat,” kata Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) NasDem di Badan Legislasi (Baleg) DPR, Taufik Basari, di Jakarta, kemarin.

Ia mengungkapkan Komisi III DPR dan pemerintah ingin melanjutkan pembahasan dua rancangan beleid itu. Kedua RUU itu masuk ke program legislasi nasional (proglegnas) prioritas karena telah disetujui pada pembahasan tingkat satu oleh DPR periode sebelumnya.

Namun, masih banyak polemik dalam pembahasan dua RUU itu. Oleh karena itu, pemerintah dan DPR di minta tak gegabah untuk melanjutkan pembahasan. “Keberatan-keberatan masyarakat terhadap kedua RUU itu harus menjadi perhatian serius agar produk undangundang yang dihasilkan merupakan produk yang dapat diterima masyarakat dan memberikan manfaat kepada rakyat demi tegaknya negara hukum,” ujar Taufi k yang juga anggota Komisi III DPR.

Pembahasan dua peraturan itu juga diminta diulang lagi. Pasalnya, kata dia, masih ada hak konstitusional anggota DPR yang belum terlibat dalam pembahasan pada periode lalu. “Pembahasan sebuah RUU juga tetap harus dilakukan secara komprehensif untuk menjaga kualitas undang-undang yang dihasilkan, terlebih kedua RUU itu mendapatkan banyak sorotan dan keberatan dari publik,” tuturnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai RKUHP tidak layak untuk dibahas. Salah satu alasannya karena RKUHP yang ada saat ini belum mampu memperbarui KUHP yang sudah ada.

Para pembuat UU masih menggunakan paradigma lama bahwa pemidanaan dengan hukuman penjara menjadi solusi atas penyelesaian sebuah tindak pidana. Padahal, pada saat yang sama, katanya, lembaga pemasyarakatan (LP) tengah disibukkan dengan persoalan penuhnya kapasitas atau overcrowding.

Bahkan, di tengah pandemi saat ini, pemerintah berupaya untuk membebaskan 30.000 narapidana dengan tujuan mengurangi overcrowding dan meminimalisasi dampak penyebaran covid-19 di LP. “Di Indonesia, hukuman penjara dianggap sebagai solusi. Makanya jumlah napi terus bertambah dari waktu ke waktu,” kata dia.

Padahal, Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP menyebutkan penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. (Uta/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya