Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

TNI Atasi Terorisme Perlu Putusan Politik

Putri Rosmalia Octaviyani
02/6/2020 05:55
TNI Atasi Terorisme Perlu Putusan Politik
Dosen FISIP Universitas Indonesia, Nur Iman Subono(Dok. Pribadi)

PELIBATAN TNI untuk operasi militer selain perang (OMSP), salah satunya dalam mengatasi aksi terorisme, semestinya baru dapat dilakukan bila sudah ada keputusan politik negara. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia Nur Iman Subono mengemukakan hal itu di tengah hangatnya perdebatan tentang sejauh mana pengaturan batasan pelibatan TNI tersebut dalam peraturan presiden (perpres).

“Keputusan politik negara yang dimaksud dalam Undang-Undang TNI adalah keputusan presiden dengan konsultasi DPR,” ujar Iman di Jakarta, kemarin.

Di dalam perpres, lanjut dia, pengerahan militer dalam penindakan bisa hanya atas perintah presiden. “Jadi, perintah itu bisa tertulis dan bisa tidak dan tanpa ada konsultasi DPR sebagai bentuk checks and balances. Karenanya, perpres bertentangan dengan UU TNI,” tutur Iman dalam keterangannya.

Menurut dia, tanpa adanya keputusan politik dengan berkonsultasi dengan DPR, pengaturan kewenangan TNI yang terlalu berlebihan dikhawatirkan akan mengganggu mekanisme criminal justice system serta mengancam hak asasi manusia (HAM) dan kehidupan demokrasi.

Iman pun meminta pemerintah memberikan perhatian serius agar persoalan dari perpres itu seperti mekanisme akuntabilitas untuk tunduk dalam sistem peradilan umum serta penggunaan anggaran daerah dan sumber lain di luar APBN yang dapat digunakan TNI dalam penanganan terorisme.

Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi PAN Yandri Susanto mengatakan pada dasarnya tidak masalah adanya perpres pelibatan TNI untuk menangani terorisme. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang No 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Meski begitu, lanjut Yandri, keterlibatan TNI harus diatur agar tidak timbul kesalahan penanganan atau tumpang-tindih kewenangan. “Ya tahapan pelibatannya harus jelas,” ujar Yandri saat dihubungi, kemarin.

Yandri mengatakan keterlibatan TNI nantinya harus diatur agar lebih dulu melihat situasi di lapangan. Bila masih bisa diatasi tanpa TNI turun tangan, TNI tidak perlu terlibat.

Fraksi-fraksi di DPR masih menunggu perpres tersebut dari pemerintah. Hingga rapat paripurna penutupan masa sidang, belum ada pembahasan perpres tersebut baik di Komisi I maupun di Badan Musyawarah (Bamus).

“Belum (diterima perpresnya),” ujar anggota DPR Komisi I Fraksi PKS, Sukamta.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM menyatakan telah membuat rancangan perpres mengenai pelibatan TNI dalam menangani terorisme. Salah satu poin yang juga menuai kritik menyangkut pelibatan TNI dalam penangkalan terorisme. (Ant/Pro/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya