KPK Bentuk Satgas TPPU untuk Pengembalian Uang Negara

RIFALDI PUTRS IRIANTO
21/4/2020 09:05
KPK Bentuk Satgas TPPU untuk Pengembalian Uang Negara
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri.(ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

WAKIL Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan pihaknya tengah membentuk satuan tugas (satgas) case building dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk mengoptimalkan pengembalian kerugian negara.

Menurut Gufron, pembentukan satgas tersebut supaya penindakan korupsi dalam pengembalian kerugian negara dapat terukur dan akuntabel. KPK sedang menyusun pedoman penuntutan agar tidak terjadi disparitas tuntutan terhadap para terdakwa yang diajukan KPK ke pengadilan dalam berbagai kasus korupsi.

“Dari awal kami memang konsen untuk membuat pedoman penuntutan tersebut,” jelasnya.

KPK juga telah menyusun pedoman penuntutan untuk dapat mengurangi disparitas tuntutan pidana, khususnya tuntutan pidana badan. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan saat ini pedoman penuntutan tersebut masih dalam tahapan fi nalisasi.

“Dalam tugas dan fungsi penuntutan, KPK saat ini masih dalam fi nalisasi penyusunan pedoman penuntutan. Dengan adanya pedoman ini, setidaknya akan mengurangi disparitas tuntutan pidana, khususnya terhadap pidana badan,” kata Ali Fikri.

Ali mengatakan pedoman penuntutan ini dibuat untuk seluruh kategori tindak pidana korupsi sebagaimana tertuang dalam pasal-pasal yang memuat pemidanaan pada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). “Dengan penekanan pada faktor-faktor yang lebih objektif di dalam mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan hukuman,” sebutnya.

Tak hanya itu, Ali juga mengatakan KPK saat ini akan memprioritaskan perkara tindak pidana korupsi yang berdampak signifi kan bagi perekonomian indonesia.

“Penanganan perkara oleh KPK saat ini akan memprioritaskan kepada case building, antara lain kasus yang berdampak signifi kan pada perekonomian nasional,” ucapnya.

Oleh sebab itu, KPK mengharapkan Mahkamah Agung dapat menerbitkan pedomaan pemidanaan sebagai standar majelis hakim di dalam memutus perkara tindak pidana korupsi.

Sebelumnya, ICW menilai penegakan hukum perkara korupsi sepanjang 2019, baik di Kejaksaan Agung maupun di KPK, masih jarang menggunakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam menangani perkaranya.

“Penegak hukum masih jarang menggunakan instrumen UU TPPU saat merumuskan surat dakwaan,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhan.

“Dari total 1.125 orang terdakwa sepanjang 2019, penerapan UU TPPU hanya dilakukan terhadap 8 orang terdakwa, padahal kami mengharapkan penegak hukum selalu memasukkan TPPU karena secara yuridis dan realitas, tindak pidana korupsi dan TPPU sangat erat” imbuhnya.

Menurut Kurnia, dari segi yuridis, korupsi merupakan salah satu predicate crime yang diatur dalam Pasal 3 UU TPPU, dan dari segi sosiologis, pelaku kejahatan sudah barang tentu akan menyembunyikan atau mengalihkan hasil kejahatan dalam bentuk apa pun. (Rif/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya