Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Korupsi Dana Hibah Kota Manado Didalami

(Rif/P-3)
11/4/2020 09:15
Korupsi Dana Hibah Kota Manado Didalami
HARI SETIYONO: KAPUSPENKUM KEJAKGUNG(dok.mi)

TIM Jaksa Peneliti pada Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejagung terus meneliti berkas dugaan tindak pidana korupsi dana hibah penanggulangan banjir di Kota Manado tahun anggaran 2014. Adapun dugaan tindak pidana korupsi tersebut melibatkan nama tersangka Maxmilian Julius Tatahede beserta tiga tersangka lainnya. Kasus rasuah tersebut mulai memasuki proses penyidikan sejak 4 Desember 2018.

Pada awal Januari 2019 ditetapkan empat tersangka dan dilanjutkan dengan penahan di rumah tahanan negara (rutan) sejak 6 Januari 2020. Setelah menerima penyerahan berkas perkara tahap I dari pihak penyidik, tim jaksa terus meneliti kelengkapan berkas tersebut. Berkas yang diterima itu atas nama tersangka Maxmilian Julius Tatahede dan Fence Salindeho. Keduanya merupakan aparatur sipil negara Pemerintah Kota Manado dan dua tersangka lainnya atas nama Yenni Siti Rostaini dan Agus Yogo Handoto.

"Sekarang tengah diteliti secara maraton oleh jaksa peneliti," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, kemarin.

Untuk dapat segera menentukan apakah berkas penyidikan para tersangka sudah lengkap atau belum, imbuhnya, tim jaksa terus mendalami kelengkapan berkas itu. Hal tersebut merupakan proses penting sebelum menentukan apakah berkas yang diterima itu perlu dilakukan tindakan hukum dan atau pemeriksaan tambahan. Dugaan tindak pidana korupsi dana hibah penanggulangan banjir di Kota Manado tahun anggaran 2014 merupakan penyalahgunaan dana hibah pemerintah pusat sebesar Rp200 miliar untuk rekonstruksi dan rehabilitasi permukim an yang rusak akibat bencana banjir pada 2014. Dana hibah tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Kota Manado tahun 2015. Dana tersebut seharusnya untuk rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman yang rusak, yakni 2.000 rumah warga korban bencana banjir. Namun, kenyataannya hanya 1.000 rumah yang direhabilitasi. Diduga terjadi penyelewengan dana negara tersebut untuk memperkaya diri atau orang lain sehingga merugikan keuangan negara.

Praktisi hukum Lucky Schramm menilai Kejagung lamban dalam menangani kasus tersebut dan seakan-akan tebang pilih. Pasalnya, proses hukum hanya menjangkau pelaku-pelaku 'kacangan' dan belum menyentuh aktor intelektual atau intellectual dader. Ia beharap Kejagung benarbenar objektif mengungkap aktor intelektual dalam kasus yang berkaitan dengan dana kemanusiaan itu. "Ini sungguh memiriskan sebab jelas tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa yang dilakukan secara terencana dan sistematis dengan melibatkan pelaku yang punya power dalam lingkaran kekuasaan." (Rif/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya