Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) harus memenuhi sejumlah persyaratan sebelum melimpahkan berkas kasus yang melibatkan pelaku yang masih dalam daftar pencarian orang (DPO).
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar, mengatakan KPK harus memenuhi aspek formil maupun materil. Itu menunjukkan penegak hukum benar-benar bekerja untuk menemukan para buronan.
Haris merujuk pada KPK yang mengisyaratkan untuk menggelar sidang terhadap kasus suap serta gratifikasi mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Hal serupa juga akan dilakukan terhadap Harun Masiku, tersangka suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 dari PDI Perjuangan.
Baik Nurhadi maupun Harun masih dalam pencarian KPK. "Syarat maju ke pengadilan ada sejumlah hal, formil dan materil. Selama bisa terbukti tidak hanya dirangkai, tapi ada buktinya. Kalau Harun Masiku tidak ada, ya bisa dibawa ke pengadilan. Itu syarat-syaratnya harus dipenuhi oleh KPK. Itu memang satu hal yang bisa terjadi," ungkap Haris, di Jakarta, kemarin.
Indonesia Corruption Watch (ICW) pun menyoroti dibukanya kemungkinan persidangan in absentia terhadap Nurhadi dan Harun. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, di Jakarta, kemarin, menyatakan bahwa pada dasarnya Pasal 38 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi memang membuka celah bagi KPK untuk tetap melimpahkan berkas ke persidangan tanpa kehadiran terdakwa (in absentia).
"Namun, penting untuk diingat bahwa pasal ini dapat digunakan dengan syarat khusus, yakni penegak hukum harus benar-benar bekerja untuk menemukan para buronan," ucap Kurnia.
Akan tetapi, kata Kurnia, untuk saat ini rasanya tidak tepat jika KPK langsung begitu saja menyidangkan Nurhadi dan Harun Masiku dengan metode in absentia. Pasalnya, ICW menilai belum adanya keseriusan dan kemauan dari pimpinan KPK untuk benar-benar menemukan dan menangkap kedua buron tersebut.
Sebelumnya, KPK membuka kemungkinan ditempuhnya persidangan in absentia terhadap dua tersangka tersebut. Itu dilakukan apabila berkas perkara penyidikan perkara telah rampung, tapi yang bersangkutan belum berhasil ditangkap.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengatakan pengadilan in absentia sangat mungkin dilakukan terhadap tersangka Harun ataupun tersangka lain yang masuk dalam DPO lainnya, termasuk Nurhadi.
"Kalaupun kemudian seandainya tak tertangkap sampai hari, kami melimpahkan ke pengadilan. Tak menutup kemungkinan, sekali lagi, itu tetap kami lanjutkan dengan proses persidangan in absentia," ujarnya, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/3). (Ant/P-2)
Secara umum yang didalami terhadap saksi yang dipanggil adalah terkait dengan pergeseran anggaran.
KPK tengah menyelidiki dugaan aliran dana kepada aparat kepolisian terkait kasus korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara.
MANTAN Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi, kini berstatus tersangka dalam dua kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Banyak juga pasal yang mewajibkan penyerahan berkas ke penuntut umum harus melalui penyidik Polri. RKUHAP berpotensi menggerus kewenangan KPK dalam menangani perkara.
KPK memutuskan bersurat kepada Presiden dan Ketua DPR RI karena lembaga antirasuah tersebut tidak mengetahui perkembangan pembahasan RUU KUHAP.
Surat itu berisikan permohonan audiensi antara KPK dan pemangku kepentingan. Kajian terkait RKUHAP juga diserahkan untuk menguatkan permintaan audiensi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved