Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
WAKIL Ketua MPR Lestari Moerdijat menegaskan DPR harus segera memastikan pencabutan Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
"Banyak pasal-pasal dalam RUU Ketahanan Keluarga yang melanggar hak azasi manusia, sehingga perlu dipikirkan cara-cara konstitusional untuk mencabut RUU ini dari Prolegnas Prioritas 2020," tegas Lestari Moerdijat yang akrab disapa Rerie, Rabu (4/3).
Sebagaimana Rerie ungkapkan sebelumnya di berbagai Media (20/2), RUU Ketahanan Keluarga tidak perlu ada.
"Karena terlalu masuk ke ruang privat," kata legislator Partai Nasdem itu.
Pandangan Rerie senada dengan para peserta diskusi RUU Ketahanan Keluarga yang dilaksanakan di rumah jabatannya selaku Wakil Ketua MPR, di Jakarta, Selasa (3/3). Diskusi dalam rangka mendengarkan aspirasi masyarakat itu dihadiri antara lain anggota Ombudsman Ninik Rahayu dan aktivis perempuan, Tunggal Pawestri.
Dalam diskusi tersebut, para peserta menilai bahwa RUU inisiatif anggota DPR itu perlu dikaji lebih mendalam, sebab sangat kontradiktif. Untuk itu, para perempuan harus bersatu, bergandeng tangan untuk bersuara bahwa RUU itu bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan.
Ninik Rahayu, anggota Ombudsman, menegaskan bahwa lewat RUU tersebut, perempuan diajak mundur ke zaman Kartini.
"RUU ini produk hukum politik yang sangat eksklusif."
Pada kesempatan sama Tunggal Pawestri mengatakan semua pasal yang berjumlah 146 pasal dalam RUU tersebut bermasalah dan tidak relevan.
"Naskah akademiknya juga kacau," tegasnya.
Ujung-ujungnya, menurut Pawestri, akan muncul stigma bahwa kaum perempuan tidak kredibel dalam membina kehidupan rumah tangga. Ia memberikan contoh ibu rumah tangga yang bekerja sebagai TKI di luar negeri dan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil. Mengacu draf pasal dan ayat dalam RUU tersebut, kata Pawestri, TKI tersebut bisa dimasukkan dalam katagori ibu yang tidak ideal dan tidak kapabel mengurus rumah tangga.
"RUU yang seharusnya direncanakan untuk memperbaiki masalah, malah berlaku sebaliknya," katanya.
baca juga: Mutasi Selalu Gaduh Diduga Ada Jual Beli Jabatan di Sulsel
Ninik Rahayu menambahkan, hukum sebaiknya untuk kebaikan, bukan sebaliknya. Para peserta diskusi sepakat untuk bergandeng tangan guna mengevaluasi RUU dengan saksama.
"Meskipun bendera politik kita berbeda, sebaiknya kita terus berkomunikasi agar kita tidak terus mundur ke belakang," tambah Ninik. (OL-3)
Pendataan Keluarga Tahun 2021, serentak dilakukan pada periode 01 April – 31 Mei 2021 ini akan menjadi basis data pemerintah dalam meningkatkan pemerataan pembangunan.
BADAN Legislasi (Baleg) DPR menghentikan kelanjutan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga.
Sebanyak 5 fraksi menyatakan tidak setuju pembahasan RUU KK dilanjutkan ke tingkat selanjutnya sebagai RUU inisiatif DPR. Ke-5 fraksi tersebut adalah PDIP, NasDem, Golkar, PKB, dan Demokrat.
DPR RI telah memutuskan 37 rancangan undang-undang (RUU) yang disetujui dalam Prolegnas Prioritas 2020. Salah satunya ialah RUU Ketahanan Keluarga.
Dia berharap RUU tersebut tidak melanggar Konvensi Penghapusan Diskriminasi kepada Perempuan (CEDAW).
Nilam menyatakan masih ada poin penting yang harus diperbaiki, untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Sulawesi Tengah, khususnya pasca bencana.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved