Headline
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
PENGAMAT politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai semua organisasi masyarakat di Indonesia wajib taat terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.
"Semua ormas tanpa kecuali sepanjang itu di Indonesia harus taat konstitusi kita yaitu UUD 1945, dan juga harus berbasis pada ideologi kita, Pancasila," ujar Emrus di Jakarta, Jumat (6/12).
Emrus mengaku sepakat terhadap keberadaan Undang-Undang Ormas dengan peraturan turunan yang mendukung UU tersebut. Menurut dia, UU itu harus ditaati seluruh ormas, sebaliknya bila ada ormas yang menolak persyaratan itu, tentu itu menjadi wewenang pemerintah untuk tidak memberikan izin.
"Jadi jangan diartikan bahwa pembuatan aturan yang harus ditaati sebuah ormas dianggap sebagai sesuatu yang melanggar konstitusi. Itu tidak. Oleh karena itu, turunan daripada UUD 1945 dibuat UU Ormas. Dengan demikian persyaratan seperti tertuang di UU itu harus dipenuhi seluruh ormas," katanya.
Direktur Eksekutif Lembaga Emrus Corner ini menambahkan bahwa Pancasila dan UUD 45 dirumuskan para pendiri bangsa dengan pertimbangan sangat dalam dan matang.
Dia juga mengatakan bahwa sejauh ini belum ditemukan adanya ormas, terutama ormas agama yang melenceng dari ketentuan tersebut. Namun, ia kembali menegaskan bahwa ormas agama apapun di Indonesia juga tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
"Jangan diartikan ideologi itu seolah-olah di atas agama, jangan sampai diartikan ke sana. Menurut saya, ideologi dan agama itu harus inline atau satu garis yang tidak bertentangan," jelas Emrus.
Berdasarkan pengamatannya, pemerintah harus tetap hati-hati saat membuat keputusan memberi izin atau menolak permohonan dari ormas tertentu. Pasalnya, hal itu akan menjadi catatan sejarah dalam perjalanan rezim tertentu.
Dia juga meyakini kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri sangat hati-hati dalam menjalankan aturan tersebut.
"Bernegara harus ada ideologi, bernegara harus ada konstitusi, harus ada aturan. Coba bayangkan kalau tidak ada ideologi, apa yang menjadi dasar kita berpijak dalam berbangsa dan bernegara?" tanya Emrus.
Sementara itu, terkait Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 tentang penanganan radikalisme di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN), Emrus mengajak semua pihak untuk melihat secara objektif dan proporsional. Dalam pandangannya, SKB tersebut hanya untuk mencegah ASN menyebarkan paham radikal
"Bila didalami makna yang tertera pada 11 poin yang ada di dalam SKB tersebut sangat bagus dan produktif. Dari segi isi, saya belum menemukan narasi yang membatasi kreativitas ASN dalam melaksanakan tugasnya serta tidak ada satu kata atau kalimat yang bisa menjadi legalisasi menuduh seorang ASN yang kritis sebagai radikal," kata dia.
Baca juga: Prabowo Tunjuk Lima Jubir Partai Gerindra
Artinya, Emrus melanjutkan, dengan SKB ini, kreativitas dan daya kritis dari ASN yang terkait dengan tugas-tugasnya dipastikan tidak terhalang oleh SKB ini.
Dia mencontohkan kreativitas ASN dalam melaksanakan tugasnya, sekalipun SKB ini diterbitkan, baru-baru ini Kemendagri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) meluncurkan Anjungan Dukcapil Mandiri (ADM), dimana masyarakat bisa cetak KTP, KK, hingga Akta Kelahiran secara mandiri.
Menurut dia, hal tersebut merupakan contoh kreativitas ASN yang profesional dan sekaligus melakukan fungsi pendidikan bagi masyarakat dalam melaksanakan tugasnya. Adapun dari sudut kritis, kata Emrus, dengan SKB ini justru setiap ASN dalam suatu instansi pemerintah menjadi lebih kritis. Misalnya, sesama anggota ASN dapat menilai secara kritis perilaku ASN yang lain membentuk kelompok eksklusif.
Mereka yang homogen dari sudut kepercayaan tertentu, yang militan, membentuk kelompok tersendiri, sementara ASN yang lain dianggap sebagai orang di luar kelompok mereka.
"Padahal salah satu fungsi sosial ASN adalah perekat bangsa, menjunjung tinggi keberagaman, perilaku pluralis, mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam bangunan rumah bersama bernama NKRI," pungkas Emrus. (OL-1)
Pemerintah daerah agar memastikan pembentukan Satgas Ormas di seluruh kabupaten/kota dan rutin mengevaluasi kinerjanya.
Tim Unit Ranmor dan Tim Opsnal Unit Reskrim Polsek Bantar Gebang menangkap kedua pelaku pada 19 Juli 2025
Rakornas ini sebagai bagian dari rangkaian menuju Musyawarah Besar (Mubes) Ormas MKGR 2025 yang akan diselenggarakan di Jakarta, pada 29–31 Agustus mendatang.
Kemendagri membenarkan adanya aturan yang melarang organisasi masyarakat (ormas) untuk mengenakan seragam yang menyerupai TNI atau Polri.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 368 KUHP terkait pemerasan, dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.
SOSIOLOG Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina mengatakan pemerintah perlu mengevaluasi kembali keberadaan organisasi masyarakat (ormas) yang ada saat ini.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
MK juga mengusulkan antara pemilu nasional dan pemilu daerah diberi jarak waktu paling singkat 2 tahun dan paling lama 2 tahun 6 bulan.
MK mengatakan pemisahan pemilu nasional dan lokal penting dilakukan untuk menyederhanakan proses bagi pemilih.
Ia mengatakan putusan MK tentang pemisahan Pemilu bertentangan dengan pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap 5 tahun sekali.
Situasi geopolitik dalam beberapa bulan terakhir berdampak signifikan pada berbagai bidang kehidupan.
Amanah konstitusi UUD 1945 untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta ikut mewujudkan perdamaian dunia harus direalisasikan dalam menyikapi konflik dunia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved