Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
GREGORIANUS Agung dan Ricki Martin Sidauruk hadir sebagai pemohon dalam sidang perbaikan permohoanan kedua atas perkara 73/PUU-XVII/2019 di Mahkamah Konstitusi (12/2). Perkara itu terkait permohonan pengujian materiil Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 43 ayat (1) UU KPK menyebut bahwa penyelidik KPK dapat berasal dari kepolisian, kejaksaan, instansi pemerintah lainnya, dan/atau internal KPK. Pemohon menilai pasal pembatasan pada perekrutan penyelidik KPK tersebut sangat dikriminatif. Pemohon berargumen seharusnya penyelidik KPK bisa juga berasal dari masyarakat umum yang sesuai dengan jabatan tersebut.
"Misalnya, penyidik KPK dapat berasal dari kepolisian, kejaksaan, instansi pemerintah, dan internal KPK. Lalu ditambah lagi dan atau khalayak umum," terang Ricki Martin Sidauruk usai sidang.
Gregorianus Agung juga menyatakan hal yang sama. Alasan permohoanan tersebut karena dinilai diskrimintif. Ia menyatakan bahwa uji materi UU ditujukan untuk menguatkan. Namun penguatan itu tidak boleh berujung pada diskriminasi.
"Tapi jangan sampai penguatan UU mendiskriminasi hak-hak pihak lain. Oke menjadi penyidik sekian-sekian aturannya. Tapi kalau kita lihat dalam permohonan kami, itu bersifat diskriminatif karena tidak memberi kesempatan pada semua orang," tegasnya.
Pada persidangan sebelumnya, pemohon juga disarankan majelis hakim untuk mengelaborasi potensi hak yang dilanggar jika pasal tersebut diberlakukan.
"Lebih dielaborasi lagi potensi hak yang akan dirugikan dengan berlakunya pasal yang kami uji tersebut. Dan itu sudah kami lakukan," terang Ricki.
Dalam persidangan, pemohon mendalilkan banyak contoh untuk melaksanakan saran majelis hakim. Pemohon memasukkan andaian tenaga, usaha dan biaya yang harus dikeluarkan ketika ingin menjadi penyidik KPK karena harus terlebih dahulu menjadi polisi, jaksa, atau PNS. (OL-8)
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
Memperpanjang masa jabatan kepala daerah adalah langkah paling realistis agar transisi ke sistem pemilu terpisah berjalan tanpa gejolak.
KOORDINATOR Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menanggapi pernyataan Hakim MK soal sekolah gratis.
MK membuat ketentuan hukum baru dengan mendetailkan bahwa pelaksanaan Pemilu lokal harus dilaksanakan antara dua atau dua setengah tahun setelah pemilu nasional.
UU TNI tidak memenuhi syarat untuk dibentuk melalui mekanisme carry over dan lemah secara kepastian hukum.
Presiden diwakili Menteri Hukum Supratman Andi Agtas Supratman membantah dalil para Pemohon yang menyebutkan pembentukan UU TNI Perubahan tidak memenuhi asas keterbukaan.
KETUA Pusat Studi Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman Samarinda, Orin Gusta Andini menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih berjalan stagnan.
UU KPK digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon mengajukan uji materi Pasal 30 ayat (1) dan (2) mengenai proses seleksi pimpinan KPK yang dianggap tidak sah.
Sejumlah harapan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK 2024-2029. Salah satu harapannya ialah KPK jangan tebang pilih dalam memberantas korupsi.
Saut Situmorang mengatakan lima pimpinan KPK yang baru terbentuk periode 2024-2029 berpotensi akan bekerja tidak independen dalam memberantas korupsi karena revisi UU KPK
Soleman B Ponto menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XXI/2023 membenturkan kewenangan KPK dengan Kejaksaan dan TNI lewat Polisi Militer.
ICW harap pansel bisa objektif pilih kandidat Capim KPK
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved