Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong pemerintah daerah se-Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) segera melakukan penertiban aset bermasalah.
Dari kegiatan monitoring evaluasi berkala yang dilakukan tim Koordinasi Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK di NTB, tercatat 7.848 bidang tanah atau sekitar 46% dari total 15.355 bidang tanah yang dimiliki pemda masih belum bersertifikat.
"Selain aset yang belum bersertifikat, KPK juga memfasilitasi proses penyelesaian aset bermasalah sebagai akibat dari pemekaran wilayah dan pencatatan administratif yang tidak tertib. Beberapa aset berupa tanah dan bangunan menjadi sumber konflik beberapa tahun terakhir di antara Pemerintah Provinsi NTB dengan Pemerintah Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (22/11).
Aset yang menjadi sengketa tersebut berupa lapangan Malomba, lapangan pacuan kuda Selagalas, pasar ACC Ampenan, bangunan tempat pelelangan ikan di lingkungan Bugis Ampenan, bangunan kantor BPP Bertais, tanah kebun bibit, pusat perbelanjaan Mataram, serta fasum dan fasos perum perumnas di Kelurahan Tanjung Karang.
KPK bersama Kejaksaan Tinggi NTB juga melakukan peninjauan kembali terhadap kontrak Pemprov NTB dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI) atas pengelolaan objek tanah dengan golongan tanah pariwisata di Gili Trawangan. Diketahui jangka waktu kontrak tersebut selama 70 tahun dan sedang didalami apakah ada wanprestasi dalam pengelolaan tersebut atau tidak.
Dari hasil peninjauan dan sesuai dengan hasil penilaian ulang atas objek pajak oleh Kanwil DJKN Bali dan Nusa Tenggara pada 2018, diketahui luas lahan sebesar 65 hektare yang dikuasai PT GTI senilai sekitar Rp2,3 triliun.
"Diharapkan dari hasil koordinasi ini upaya penyelematan dan pemanfaat aset tersebut dapat berjalan secara efektif. Ini merupakan salah satu fokus tim KPK di NTB karena nilai aset yang dikuasai cukup signifikan," imbuh Febri.
Selain itu, potensi pendapatan daerah Pemprov juga didorong untuk dioptimalkan, yaitu dari investasi masyarakat yang sudah melakukan kegiatan usaha di lokasi Gili Trawangan yakni sebesar Rp24 milliar per tahun.
Sumber optimalisasi pendapatan asli daerah (OPD) lainnya juga terus didorong KPK. Salah satunya dari penerimaan pajak daerah secara elektronik melalui pemasangan alat perekam transaksi keuangan di sejumlah wajib pungut pajak pelaku usaha hotel, restoran, parkir, serta tempat hiburan.
Hingga pertengahan November 2019, telah terpasang 47 alat rekam pajak elektronik di Pemkot Mataram yang menjadi pilot project untuk wilayah Provinsi NTB. Pemasangan alat rekam pajak daring itu bekerja sama dengan Bank NTB Syariah selaku bank pembangunan daerah.
"KPK berharap koordinasi antara Bank NTB Syariah dengan pemda dapat terus ditingkatkan untuk mendorong komitmen semua pihak termasuk wajib pajak pelaku usaha pada sektor hotel, restoran, parkir dan tempat hiburan untuk memenuhi kewajiban pajaknya," tukas Febri.(OL-4)
Di Jawa Barat sudah ada beberapa daerah yang membebaskan BPHTB kepada masyarakat. Tapi Kabupaten Cianjur yang pertama.
Penyerahan sertikat tanah dilakukan dari pintu ke pintu
Perwakilan warga juga telah mengunjungi Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Kota Bogor untuk mempertanyakan kejelasan status tanah di perumahan Sentul City tersebut.
Untuk merealisasi target tersebut, Kementerian ATR menggandeng Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BON) Provinsi DKI Jakarta guna mempercepat proses pendataan dan pendaftaran.
31 orang pelapor tersebut hanya sebagian kecil dari warga Sentul City, karena diketahui sedikitnya ada 6 ribu warga yang diduga mengalami hal serupa.
Pihaknya segera memproses apabila ada laporan masyarakat terkait adanya pungli pengurusan sertifikat tanah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved