Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Integritas Koalisi Diragukan, Oposisi Tidak Memadai

Abdillah Muhammad Marzuqi
24/10/2019 18:57
Integritas Koalisi Diragukan, Oposisi Tidak Memadai
Diskusi terkait susunan kabinet Indonesia Maju yang menggerus kekuatan oposisi di kantor Formappi, Matraman, Jakarta, Kamis (24/10).(MI/Susanto.)

MERAPAT partai oposisi pada partai pendukung pemerintah membuat banyak pihak merasa kuatir dengan kualitas demokrasi. Partai oposisi di legislatif menjadi semakin minim. Sehingga dikhawatirkan akan membuat sistem perimbangan menjadi timpang.

Menurut analis politik Exposit Strategic Arif Susanto, komposisi di DPR tidak lagi ideal. Kekuatan oposisi semakin lemah dengan menyisakan beberapa partai sebagai oposan. Apalagi menurutnya, kekuatan oposisi mendasarkan pada dua hal yakni kekuatan politik dan integritas. Keduanya hampir mustahil dipenuhi oleh oposisi.

"Saat ini bukan hanya kita tidak punya oposan yang berintegritas, tapi bahkan tidak punya integritas juga. Sulit membayangkan Partai Demokrat, PAN, dan PKS mampu memberikan imbangan memadai kepada apa yang dilakukan pemerintah," terang Arif usai diskusi bertema Kabinet Tanpa Oposisi, Nasib Republik di Era Oligarki Partai di Kantor Formappi Jakarta (24/10).

Apalagi jika menoleh lima tahun terakhir, kekuatan oposisi memang besar secara politik, tapi tidak secara integritas.

"Dalam sutuasi semacam ini kita menjadi semakin prihatin karena tidak ada kekuatan oposan yang memadai. Komposisi kita, kalau kita melihat dalam lima tahun terakhir. Oposisi kita mungkin punya power secara politik, tapi tidak juga punya integritas," lanjut Arif.

Baca juga: Politik Akomodatif Jokowi Bahayakan Demokrasi

Menurut Arif, kondisi itulah yang membuat blok alternatif dalam politik menjadi penting. Selain sebagai perimbangan, juga sebagai katarsis bagi polarisasi politik yang muncul sejak 2014, hingga memunculkan sebutan cebong dan kampret.

"Dalam situasi seperti ini, mau tidak mau harus ada sebuah blok alternatif. Pertama untuk memberi imbangan. Kedua, juga bisa melepaskan kita dari polarisasi politik," tegasnya.

Blok baru politik itu punya tugas dan fungsi yang penting. Salah satunya, tentu menjadi perimbangan kekuatan politik. Tak kalah penting, blok baru itu mesti mampu memberi pendidikan literasi politik bagi masyarakat untuk melakukan pilihan-pilihan politik.

"Jadi mestinya kalau ada blok baru politik, tugas pokoknya bukan hanya mengkritisi, memberi imbangan pada kekuatan politik di parlemen atupun di pemerintahan, tapi juga membangun literasi politik," pungkasnya.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya