Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
TERDAKWA kasus KTP elektronik (KTP-el) yang juga mantan anggota Komisi II DPR Markus Nari disebut menerima duit senilai Rp4 miliar dari Andi Agustinus alias Andi Narogong. Uang dalam bentuk dollar Amerika Serikat itu diduga untuk mengamankan pembahasan anggaran KTP-el di DPR.
"Nilainya Rp4 miliar. Penyerahan uang kepada Markus di restoran Bebek Dower (di sekitar kantor TVRI, Senayan). Dulu itu tempat Bebek Dower, sekarang sudah tidak ada," kata mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Sugiharto saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu (18/9).
Baca juga: Ditersangkakan KPK, Imam Nahrawi Berharap tiada Faktor Politis
Sugiharto, yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemendagri saat itu, menuturkan, awalnya ia meminta kepada mantan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana untuk membantu menyiapkan uang senilai Rp5 miliar. Namun, kata, Sugiharto, hal itu tidak bisa dipenuhi akhirnya tersedia hanya Rp4 miliar dari Andi Narogong.
"Saya bicara sama Anang tolong bantu Rp5 miliar. Dia (Anang) bilang tidak ada duit lalu saya saya bilang kalau bisa minta tolong ke Andi," ucap Sugiharto.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Burhanuddin mencecar soal nilai permintaan fee tersebut.
"Kan mintanya Rp5 miliar. Saudara menyampaikan ini cuma Rp4 miliar? Tujuannya apa memberi uang itu, apa untuk memperlancar pembahasan anggaran KTP-el?," kata jaksa.
"Pokoknya kalau ditotal nilainya Rp4 miliar. Ya tidak lain itu saja (untuk pembahasan anggaran KTP-el)," jawab Sugiharto.
Dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi itu, turut dihadirkan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman. Ia membenarkan perihal permintaan fee Rp5 miliar itu. Menurut Irman, Markus meminta Rp5 miliar saat datang ke kantornya.
"Dia (Markus) datang ke kantor, bilang 'pak Irman saya mohon bantuan. Tolong dibantu untuk kawan-kawan di Komisi II'. Saya tanya berapa pak, dijawab 'saya belum tahu ya Rp5 miliar kalau bisalah'. Lalu saya bilang kalau soal uang enggak ada," ujar Irman.
Setelah pertemuan itu, Irman mengajak Markus menemui Sugiharto kemudian membahas permintaan fee tersebut secara empat mata. Sugiharto, kata Irman, lantas menyanggupi dan menyerahkan uang tersebut lima hari setelah pertemuan itu di restoran Bebek Dower. Namun, nilai yang diserahkan sebanyak Rp4 miliar.
Markus sebelumnya didakwa memperkaya diri sendiri atau suatu korporasi sebesar US$1,4 juta. Dalam surat dakwaan jaksa KPK, Markus disebut menerima US$400.000 dari Sugiharto di sekitar kantor TVRI.
Perbuatan rasuah yang didakwakan kepada dia dilakukan bersama sejumlah pejabat lain di antaranya Irman, Sugiharto, Sekjen Kemendagri Diah Anggraini, politikus Partai Golkar Setya Novanto, dan Andi Narogong.
Dalam dakwaan, Markus juga disebut melakukan perbuatan rasuah itu bersama Ketua Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia Isnu Edhi Wijaya, Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, keponakan Setya Novanto bernama Irvanto Hendra Pambudi Cahyo selaku Direktur PT Murakabi Sejahtera dan Konsorsium Murakabi, serta Ketua Panitia Pengadaan Barang Jasa di Dirjen Dukcapil Kemendagri Drajat Wisnu Setyawan.
Perbuatan Markus disebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun. Markus didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (OL-8)
Kenapa mereka berani mengusutnya? Apakah memang penegak hukum sudah kembali ke jalur yang semestinya dalam menegakkan hukum.
Itulah pertaruhan penegakan hukum di negeri ini. Hukum yang wajahnya penuh jelaga. Hukum yang katanya sama untuk semua tapi faktanya beda-beda tergantung siapa yang berpunya dan berkuasa.
Kenapa Mega melakukan blunder seperti itu? Akankah langkahnya justru akan menjadi bumerang?
Maukah KPK mengoptimalkan momentum ini untuk meninggalkan legacy yang baik?
KPK telah menetapkan lima tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek Bandung Smart City.
Strategi penanggulangan korupsi dimulai dari memupuk nilai integritas.
Beberapa kasus kandasnya dakwaan KPK di tangan Pengadilan Tipikor.
KEJAKSAAN Negeri (Kejari) Kota Depok melimpahkan berkas korupsi mantan Ketua Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jawa Barat.
MANTAN Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok Titi Nurhayati dituntut 1 tahun 6 bulan (1,5 tahun) atau 18 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kota Depok.
BENDAHARA Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Dinas PKP) Kota Depok, Acep bin Kotong Saan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara karena terbukti memotong honor pegawai Dinas PKP
KEJARI Kota Depok pekan mendatang akan kembali memeriksa Kepala Dinas Pemadam kebakaran Kota Depok, R. Gandara Budiana (RGB) terkait dugaan kasus korupsi APBD untuk pengadaan sepatu dan PDL
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved