Pengamat: Kejaksaan Berpengalaman Hadapi Gugatan Arbitrase

Golda Eksa
17/9/2019 21:25
Pengamat: Kejaksaan Berpengalaman Hadapi Gugatan Arbitrase
Jaksa Agung HM Prasetyo(MI/ Palce)

PAKAR hukum dan arbiter Frans Hendra Winarta mengapresiasi jajaran Korps Adhyaksa karena berhasil memenangkan gugatan arbitrase yang diajukan oleh Indian Metal Ferro & Alloys Limited (IMFA) di pengadilan Den Haag, Belanda, beberapa waktu lalu.

Dengan keberhasilan itu, sambung Frans, maka kejaksaan selaku jaksa pengacara negara (JPN) memiliki pengalaman dalam bidang perdata atau arbitrase di dunia internasional.

"Ini merupakan prestasi yang cukup baik dan perlu dilanjutkan. Apalagi mereka juga sudah punya kemampuan dan keahlian," ujar Frans ketika dihubungi Media Indonesia, Selasa (17/9).

Baca juga: Komisioner Terima Dokumen UU KPK Hasil Revisi dari Hamba Allah

Frans menyarankan agar kedepannya kejaksaan juga perlu menguatkan posisinya untuk menghadapi persoalan serupa. Misalnya, merekrut orang-orang yang sudah punya pengalaman dalam menangani perkara arbitrase.

"Harus optimistis karena mereka sudah punya prestasi. Yang penting sekarang bagaimana untuk ke depan memperkuat barisan untuk arbitrase itu," terang dia.

Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Mukri mengatakan perkara arbitrase ditangani oleh tim tim Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun).

Dalam menangani perkara arbitrase, imbuhnya, Kejaksaan Agung tidak merekrut pihak luar. "Namun kami mendidik kader-kader yang orientasi keilmuannya merambah ke dunia internasional, khususnya terkait arbitrase. Kami mendidik jaksa spesialis," katanya.

Pemberitaan sebelumnya, pemerintah berhasil menyelamatkan keuangan negara sebesar US$469 juta atau setara Rp6,68 triliun terkait gugatan IMFA. Putusan atas gugatan itu merupakan hasil sidang yang digelar di Belanda pada Agustus 2018. Dalam putusannya, IMFA juga dihukum untuk mengembalikan biaya yang dikeluarkan selama proses arbitrase kepada pemerintah sebesar US$2,975,017 dan GBP 361,247.23.

Jaksa Agung HM Prasetyo, membeberkan upaya hukum pemerintah melalui tim JPN yang didukung penuh oleh Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Kementerian Luar Negeri, dan Kantor Sekretariat Wapres, tidak semata-mata untuk menghindarkan pemerintah dari kekalahan sehingga harus membayar sejumlah uang terhadap gugatan IMFA.

"Namun tujuannya untuk menunjukkan keseriusan kita menjaga pengelolaan dan penguasaan sumber kekayaan alam agar terselenggara dengan baik, benar, serta tidak merugikan bangsa dan negara. Terutama terhadap penguasaan asing yang harus kita jaga dan agar tidak merugikan," ujarnya.

Gugatan yang diajukan IMFA terhadap pemerintah pada 24 Juli 2015 dilakukan dengan alasan adanya tumpang tindih izin usaha pertambangan (IUP) yang dimiliki oleh PT SRI dengan 7 perusahaan lain, yakni akibat adanya permasalahan batas wilayah yang tidak jelas.

Dengan adanya tumpang tindih IUP tersebut, IMFA mengklaim bahwa pemerintah telah melanggar BIT India-Indonesia dan mengklaim pemerintah wajib mengganti kerugian kepada IMFA sebesar US$469 juta (Rp6,68 triliun).

PT SRI merupakan badan hukum Indonesia akan tetapi pemegang saham dari PT SRI ialah Indmet Mining Pte Ltd (Indmet) Singapura yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Indmet (Mauritius) Ltd. Sedangkan saham dari Indmet (Mauritius) Ltd itu sendiri dimiliki oleh IMFA.

Walhasil, majelis arbiter dalam putusannya telah menerima bantahan pemerintah RI mengenai temporal objection yang pada pokoknya menyatakan bahwa permasalahan tumpang tindih maupun permasalahan batas wilayah merupakan permasalahan yang telah terjadi sebelum IMFA masuk sebagai investor di Indonesia.

Sehingga, tambah Prasetyo, jika IMFA melakukan due diligence dengan benar maka permasalahan dimaksud akan diketahui oleh IMFA. Oleh karenanya pemerintah RI sebagai negara tuan rumah tidak dapat disalahkan atas kelalaian investor itu sendiri. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya