Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
PADA masa sekarang atau zaman now (istilah anak muda) atau, semua kinerja lembaga pasti berusaha dikaitkan dengan rating atau peringkat. Hal ini juga terjadi dengan proses penegakan hukum. Kantor pengacara saja saling mengejar rating dengan beradu argumentasi media dan televisi sehingga mau tidak mau lembaga negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Polri mau tidak mau juga akan berbicara rating.
Saat ini yang timpang ialah ketika KPK yang sudah berprestasi dan banyak pemberitaan, tetapi tetap mendapat banyak kritik, sedangkan kepolisian dan kejaksaan yang notebene 'belum banyak berprestasi' justru tidak dikritik. Selain itu, tidak terlihat upaya untuk merevisi aturan agar institusinya menjadi lebih baik.
Cara membangun sistem yang baik ialah kembali ke konteks awal diskusi ini, yaitu bagaimana meningkatkan rating kinerja sebuah lembaga. Agar hasilnya bagus, penegak hukum perlu membuat program-program yang direncanakan dengan matang. Apalagi, anggaran (penegak hukum) juga diperdebatkan di Komisi III DPR.
Yang menjadi persoalan, contohnya, KPK terbukti mampu mentransformasikan basis kinerja secara detail, sementara Kejaksaan Agung tidak demikian. Apakah dasar penghitungan rating tersebut? Kalau dalam politik, tentu berdasarkan hasil survei yang beredar di masyarakat.
Sementara pada posisi penegakan hukum rating itu mengarah pada industri. Misalnya, melihat siapa yang lebih besar dalam mengembalikan keuangan negara terkait hasil penanganan kasus korupsi, apakah kejaksaan atau KPK. Menurut saya, ukuran itu bisa dikatakan industri.
Ke depan, kita perlu membicarakan faktor pencegahan korupsi karena memang banyak kebocoran keuangan negara di sana. Pencegahan ialah yang utama untuk menyelamatkan sektor pajak, bea masuk, dan lainnya yang diperkirakan mencapai ribuan triliun rupiah.
Karena itu, sebaiknya pimpinan KPK periode 2019-2023 lebih memikirkan bagaimana pencegahan korupsi. Upaya itu nantinya bisa membantu Presiden untuk membayar hutang atau bahkan mampu tidak berhutang apabila seluruh sektor pembangunan dapat diselamatkan. Intinya kita berlomba untuk rating demi kebaikan. (Gol/P-4)
Eka Safitra ialah jaksa yang menjadi anggota Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D).
Namun, terang dia, dalam perkembangannya justru muncul keluhan, seperti adanya oknum yang memanfaatkan program tersebut untuk mengeruk keuntungan pribadi.
KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo meminta Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mengkaji kembali Tim T4 Pusat dan Daerah.
Keberadan TP4 dinilai kurang efektif karena berpotensi disalahgunakan oleh oknum-oknum kejaksaan untuk mendapatkan materi memperkaya diri sendiri.
Inspektorat di daerah tidak perlu menunggu penugasan dari kepala daerah jika terdapat potensi penyalahgunaan wewenang
Jaksa Agung ST Burhanuddin berjanji bakal melanjutkan program dan kinerja yang telah dikerjakan HM Prasetyo. Kebijakan yang akan dilanjutkan tersebut antara lain program tim pengawal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved